JAKARTA, MENARA62.COM– Bidang hukum menjadi mata rantai terlemah dalam kehidupan kenegaraan kita. Sebab dalam bidang ini terlihat paling banyak masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan tetapi disisi lain kemajuannya juga paling seret alias lambat.
“Padahal keberhasilan bidang ini akan menentukan apakah kita berhasil mengadakan transformasi atau tidak, dari sebuah negara koloni menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” kata Pontjo Sutowo, Ketua Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (YNSB) di sela Focus Group Discussion (FGD) ke-8 dalam Diskusi Panel Serial Ketahanan Nasional, bertema Menggalang Ketahanan Nasional Untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Bangsa, Sabtu (2/12/2017).
Pontjo mengingatkan meski istilah negara hukum tidak tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, namun istilah tersebut tercantum jelas dalam batang tubuh UUD 45. Ada dua kata kunci yang perlu diperhatikan yakni pertama negara kita bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat) tetapi Negara Hukum (Rechtstaat).
Kedua, norma yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 sebagai norma dasar Kenegaraan yang artinya pembentukan dan penegakan hukum nasional merupakan tugas konstitusional yang merupakan wahana dan tolok ukur berhasil tidaknya membentuk negara nasional.
Menurut Pontjo, ada beberapa hal yang membuat kita seperti berputar-putar pada masalah pembentukan dan penegakan hukum. Dari sekian banyak masalah, persoalan korupsi menjadi hal yang dipandang sangat penting. Sebab korupsi bukanlah hal baru di Indonesia. Korupsi sudah mulai tumbuh di Indonesia sejak jaman VOC.
Mengutip pendapat Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo, ekonom, bahwa ada sekitar 30 persen anggaran belanja negara di korup oleh pejabat untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Hal tersebut mengakibatkan sebagian besar rakyat Indonesia tidak bisa menikmati hasil pembangunan dan pada akhirnya hidup dibawah garis kemiskinan.
Sementara itu Satya Arinanto, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengatakan bahwa pembangunan hukum merupakan bidang pembangunan nasional yang juga mmbutuhkan perhatian dan penanganan yang intensif, sama halnya dengan pembangunan dibidang lainnya.
Dari tinjauan historis, menurut Satya, tampak bahwa terjadi permasalahan yang terkait dengan inkonsistensi dan tumpang tindihnya berbagai peraturan dalam pelbagai bidang. Inkonsistensi dan tumpang tindih peraturan membuat pembangunan hukum nasional menjadi agak sulit dilakukan.
Sedangkan Bambang Kesowo, Sekretaris Negara pada Kabinet Gotong Royong, menyoroti persoalan Ketahanan Nasional dan Ancaman, Tantangan, Hambatan serta Gangguan (ATJHG) dari dalam negeri. menurutnya sebagai konsepsi, Ketahanan Nasional dan ATHG bukan hal baru dalam perjakanan NKRI.
“Selama dekade terakhir, pemahaman bahwa ATHG bukan saja berdimensi fisik, tetapi juga non fisik dan yang arismetrik kian terdengar walau mungkin masih terbatas di kalangan tertentu,” kata Bambang.
Lebih lanjut, Bambang menilai Ketahanan Nasional dan ATHG dari dalam negeri dapat dijadikan rangsangan pikir untuk bisa menyelesaikan masalah bangsa ini.
“Bahwa kewaspadaan dan upaya mengatasi ATHG dari dalam negeri serta yang bersifat arismetrik, utamanya yang bersifat idologis difokuskan pada pembangunan kualitas manusia Indonesia, pembenahan aturan dasar dan penataan ulang kelembagaan negara baik yang berkenaan dengan segi substansi maupun prosedur,” tutup Bambang.