Kegiatan tersebut juga tindak lanjut diresmikannya Indonesia menjadi Center of Excellence dalam bidang bioteknologi dan vaksin pada Desember 2017.

“Ini juga sebagai tolak ukur pengelolaan rantai dingin vaksin di negara-negara OKI, juga untuk meningkatkan kemampuan manajemen rantai dingin vaksin dengan meilhat melihat mekanisme distribusi vaksin di Indonesia,” katanya, Selasa (1/10).

Dia menjelaskan akses mendapatkan kesehatan, seperti vaksin, obat-obatan, dan produk kesehatan lainnya, termasuk produk bioteknologi, menjadi bagian penting untuk menjawab tantangan kesehatan global.

Namun demikian, kata dia, negara-negara anggota OKI masih tertinggal jauh dalam produksi vaksin.

Ia mengharapkan melalui sosialisasi itu distribusi rantai dingin vaksin berjalan secara baik karena vaksin akan sampai tujuan dalam keadaan yang optimal untuk digunakan.

“Distribusi nya harus mudah, dari Dinkes sampai puskesmas harus rantai dingin, kemudian dari kabupaten ke rumah penduduk itu harus rantai dingin, sampai ke pasien,” kata dia.

Corporate Secretary Bio Farma Bambang Heriyanto mengatakan dari 57 negara OKI, hanya beberapa yang memiliki pabrik vaksin, diantaranya Senegal dan Indonesia yang memiliki Bio Farma dengan 15 produk diakui Badan PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO).

“Bio Farma sudah mengekspor hampir ke 140 negara, 50 di antaranya adalah negara-negara OKI, vaksin itu harus sampai di tangan yang benar,” kata dia.

Sebelum bertolak ke Bandung, para peserta tersebut diterima Menteri Kesehatan Nilla F. Moelek di Jakarta.

Dalam sambutannya, Menkes Nila mengatakan saat ini, kesehatan global menjadi lebih menantang dari sebelumnya, seperti peningkatan risiko patogen, infeksius penularan penyakit dari hewan ke manusia, resistensi antimikroba, peningkatan mobilitas global, dan penyebaran penyakit menular.