JAKARTA, MENARA62.COM – Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan pangan olahan yang beredar di tengah masyarakat masih banyak yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK). Bentuknya mulai dari pangan rusak, kadaluwarsa, maupun tanpa ijin edar (TIE).
“Kami telah melakukan intensifikasi pengawasan pangan selama dua pekan Ramadhan ini terhitung 27 April hingga 8 Mei,” kata Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dalam paparannya saat konferensi pers virtual Hasil Intensifikasi Pengawasan Pangan selama Bulan Ramadhan dan Menjelang Hari Raya Idul Fitri Tahun 2020, Jumat (15/05).
Kegiatan intensifikasi pengawasan pangan berfokus pada tiga kategori yaitu pengawasan sarana distribusi, termasuk sarana ritel; pengawasan pangan olahan seperti pangan Tanpa Izin Edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, dan rusak; serta pengawasan pangan jajanan buka puasa/takjil terhadap kemungkinan kandungan bahan berbahaya di dalamnya.
Hasilnya dari 1.197 sarana distribusi pangan yang diperiksa, terdapat 38,10% sarana distribusi TMK karena menjual pangan rusak, pangan kedaluwarsa, maupun pangan TIE. Jumlah total temuan produk pangan TMK sebanyak 290.681 pieces dengan total nilai ekonomi mencapai Rp654.300.000,-.
“Jika dibandingkan dengan data intensifikasi pangan tahun 2019, terjadi peningkatan jumlah temuan produk TMK, namun terjadi penurunan besaran nilai ekonomi temuan. Temuan produk TMK tahun ini didominasi oleh pangan kedaluwarsa,” lanjut Penny.
Baca Juga:
- Gandeng BPOM, Kowani Edukasi Obat Aman Konsumsi Selama Pandemi Covid-19
- BPOM: Jangan Berlebihan Gunakan Hand Sanitizer
- BPOM Komitmen Percepat Kemandirian Industri Obat
Adapun berdasarkan lokasi temuan, jenis pangan TIE banyak ditemukan di Surakarta, Banyumas, Banggai, Manokwari, dan Sorong, dengan jenis pangan berupa Bahan Tambahan Pangan (BTP), teh, roti, makanan ringan, dan sirup. Temuan pangan kedaluwarsa banyak ditemukan di Manokwari, Sorong, Mimika, Morotai, dan Aceh Tengah dengan jenis pangan minuman serbuk, minuman berkarbonasi, mentega, wafer, dan makanan ringan. Temuan pangan rusak dengan jenis pangan minuman berperisa, susu, krimer, biskuit, dan makanan ringan banyak ditemukan di Manokwari, Gorontalo, Aceh Tengah, Sorong, dan Surakarta.
Sedang untuk pangan jajanan takjil (buka puasa), menunjukkan bahwa dari 6.677 sampel yang diperiksa, sebanyak 73 sampel (1,09%) Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena mengandung bahan yang disalahgunakan dalam pangan (formalin, boraks, rhodamin B, methanyl yellow).
Temuan bahan berbahaya yang paling banyak disalahgunakan adalah formalin (45%), diikuti rhodamin B (37%), boraks (17%), dan methanyl yellow (1%). Jenis pangan yang banyak ditemui mengandung bahan berbahaya tersebut adalah kudapan, minuman berwarna, makanan ringan, mie, lauk pauk, bubur dan es.
Dibandingkan dengan tahun 2019, diakui Penny terjadi penurunan persentase TMS terhadap jumlah sampel sebesar 1,96%, yaitu dari 3,05% pada tahun 2019 menjadi 1,09% pada tahun 2020.
Baca Juga: BPOM Gerebek 4 Gudang Obat, Makanan dan Kosmetik Ilegal di Jakarta
Tindak lanjut terhadap pangan olahan kemasan yang rusak, kedaluwarsa, dan TIE adalah diturunkan dari display, direkomendasikan untuk diretur ke supplier ataupun dimusnahkan, serta dilakukan pembinaan ke penjual/manajemen ritel agar tidak menerima produk yang TMK. Sementara itu tindak lanjut terhadap temuan pangan jajanan buka puasa (takjil) yang mengandung bahan yang disalahgunakan dalam pangan adalah berupa pembinaan dan penelusuran lebih lanjut asal produk dan bahan baku produk tersebut.
Pada kesempatan ini, selain pelaksanaan konferensi pers virtual, Badan POM juga melakukan peluncuran Buku Tips Keamanan Pangan Edisi Ramadhan + Tips Khusus Mencegah COVID-19 dan Buku Serba COVID, Cegah COVID-19 Sehat untuk Semua. Buku-buku ini berisi tips–tips Keamanan Pangan selama bulan Ramadhan pada masa pandemi COVID-19 dan Tips Mencegah COVID-19. Dengan tips-tips ini masyarakat dapat berperan dalam mencegah penularan COVID-19 dan melindungi diri dari risiko yang timbul akibat pangan yang tidak aman dan bermutu.
“Buku ini adalah persembahan Badan POM untuk masyarakat Indonesia. Silakan digunakan sebagai bahan edukasi keamanan pangan dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap keamanan pangan sekaligus agar masyarakat mandiri dalam mencegah COVID-19,” tutup Kepala Badan POM.