27.8 C
Jakarta

Branding Efektif Hiper-Sonalisasi

Baca Juga:

Opini – Jakarta, Menara62.com – Pembentukan brand di dunia pemasaran terus berkembang seiring perkembangan dunia digital. Kini dalam lingkup pembentukan citra ini dikenal istilah pemasaran digital hiper-sonalisasi yang merupakan sebuah strategi jitu untuk mendekati konsumen dan ujung-ujungnya berakhir pada penjualan produk.

Karena itu banyak perusahaan besar dunia melirik strategi ini bukan hanya untuk memasarkan produk mereka tapi juga sebagai strategi untuk menciptakan branding yang kuat. Seperti diketahui merek itu merupakan nama produk yang diciptakan perusahaan, sementara brand adalah citra di pikiran publik yang dibangun agar pelanggan setia dari waktu ke waktu.

Banyak perusahaan menginvestasikan dana mereka secara besar-besaran untuk menciptakan brand demi meningkatkan angka pelanggan setia. Apalagi jika melihat fakta bahwa tidak lebih dari 1 persen dari seluruh merek di dunia yang dapat diingat oleh konsumen. Mengingat otak manusia terbatas untuk mengingat brand tertentu.

Konsep pemasaran Hiper-sonalisasi saat ini sedang ramai dibincangkan di dunia, dipandang sebagai syarat penting agar produsen bisa mengikuti tren perilaku konsumen.

Dalam Kamus Oxford ”Media Sosial” disebutkan bahwa istlah ini merupakan sebuah fenomena komunikasi yang dimediasi komputer, menimbulkan interaksi kepada individu secara intim. Fenomena komunikasi yang dikaitkan dengan kecenderungan untuk mengidealkan orang lain tanpa adanya isyarat nonverbal yang tersedia dalam situasi yang sama secara tatap muka.

Pada sebuah wawancara dengan media, Saurabh Madan, General Manager MoEngage, yang merupakan perusahaan terkemuka dunia bisnis digital mengatakan, konsep hiper-personalisasi semakin relevan untuk membentuk brand perusahaan seiring berkembangnya media digital.

Selain dipicu oleh semakin majunya teknologi digital, juga teknologi pembelajaran, artificial Inteligen, dan indentifikasi biometric yang semuanya terhubung. Hal itu mau tidak mau mendorong banyak perusahaan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian promosi ke konsumen menjadi lebih personal. Salah satu contoh penerapan hiper-sonalisasi terhadap pelanggan ialah pemberian diskon.

Demi menjaga loyalitas pelanggan maka pemilik merek terus memberikan penawaran yang dia sukai melalui data pembelanjaan sang pelanggan. Penawaran itu diberikan langsung melalui media sosial ataupun email pelanggan secara pribadi.

Adapula konten yang telah mengalami perlakuan hiper-personalisasi sehingga relevan dengan kebutuhan pelanggan. Sehingga  pelanggan ditawari untuk menonton konten sesuai riwayat pencarian dan profil mereka di media sosial.

Melalui konsep ini perusahaan besar mampu membangun loyalitas konsumen dari waktu ke waktu. Membuat pelanggan tidak beralih ke merek dan produk lain. Sebab seperti dikatakan oleh MoEngage hampir tidak ada merek sukses di pasar saat ini yang dapat mengklaim bahwa mereka sukses tanpa menerapkan personalisasi ataupun hiper-personalisasi pemasaran ke pelanggan mereka.

Meski demikian penulis buku “Millennials Kill Everything Yuswohady menjelaskan konsep hiper-personalisasi dalam aktivitas pemasaran sebagai marketing of one. Konsep ini baik bagi perusahaan untuk semakin menentukan targetnya.

Menurut Yuswohadi para praktisi pemasaran selama ini menyasar kelompok konsumen yang memiliki karakter senada, lalu diberi promo yang sama. Sementara hiper-personalisasi, konten pemasaran dikemas sesuai karakter individu. Kustomisasi seperti itu hanya bisa dilakukan jika pemilik merek mengolah big data dan memanfaatkan teknologi digital.

Namun hiper-sonalisasi rawan bertabrakan dengan isu privasi pelanggan, sebab pelanggan akan ditarik dataya untuk dipelajari lalu diberi segala kebutuhan sesuai profiling-nya. Bagi konsumen, bisa jadi ini menguntungkan mereka, tetapi dapat menjadi masalah saat data mereka bocor atau dicuri.

Optimalkan Branding Medsos

Namun perlu diingat hiper-sonalisasi tidak akan berhasil apabila dalam membentuk branding, perusahaan tidak cakap dalam hal digital marketing di media sosial.  Media sosial sebagai platformnya haruslah serius digarap, dimanfaatkan seoptimal mungkin demi membangun brand serta menarik kesadaran konsumen terhadap merek.

Ini menjadi sangat penting karena di dunia termasuk di Indonesia warga kini lebih banyak mendapatkan informasi melalui media sosial seperti Instagram, twitter, facebook dan sekarang yang sedang naik daun, tiktok.

Laporan We Are Social menunjukkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia telah mencapai 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah yang sangat besar karena setara dengan 60,4% dari populasi Indonesia.

Sementara itu di periode yang sama, jumlah pengguna aktif media sosial sebanyak 191 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 98,3% pengguna internet di Indonesia menggunakan telepon genggam.

Rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam 42 menit setiap harinya. Durasi tersebut menjadi yang tertinggi kesepuluh di dunia.

Strategi hiper-sonalisasi semakin ampuh dilakukan melalui E-Commerce, Tiktok dan witter yang dinilai menjadi efektif karena tingginya interaksi warganet Indonesia.

Tercatat ada 109,90 juta orang Indonesia menggunakan tiktok. Sementara pengguna Twitter, mencapai 24 juta orang. Sehingga pemasaran digital sangat relevan untuk membentuk citra dan meningkatkan penjualan.

Hal ini ditambah fakta bahwa melalui media sosial secara psikologi dapat menarik lebih banyak pembeli. Orang yang mengonsumsi media daring berbelanja lebih banyak dibandingkan mereka yang belanja secara konvensional. Ini merupakan fakta yang menjadi perhatian berbagai merek.

Mengapa hal ini terjadi, itu disebabkan masyarakat lebih mudah berbelanja online dibanding harus mendatangi toko secara offline. Kegiatan belanja online menjadi lebih praktis. Konsumen dimanjakan, karena hanya dengan menggunakan jari telunjuk mereka dapat mengatur pembelian dan memilih tanpa ada batasan waktu.

Pembeli pun hanya tinggal menunggu setelah pesan, dan transfer. Ditambah terkadang harga di toko online lebih murah dibanding toko offline. Beberapa hal inilah yang membuat promosi hiper-sonalisasi secara digital adalah “kue” yang sangat menggiurkan.

*Penulis Adalah Akhmad

Mahasiswa S2 Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!