Oleh Ashari, SIP*
Apa yang kita lakukan antara maghrib hingga isya? Nonton teve, baca koran, dengarkan radio, begadang di pinggir jalan? SMS-an, WA-an ? Atau malah kita belum pulang kerja? Terjebak rutinitas dan kemacetan? Atau kita sudah terbiasa mengaji, di rumah atau di masjid? Pertanyaan-pertanyaan tersebut jawabnya bebas. Tergantung kita sendiri-sendiri. Tidak ada sanksi sosial yang berlebihan. Yang ada adalah catatan amal yang sifatnya nafsi-nafsi. Hasil dari catatan itu dapat kita lihat kelak, ketika kita sudah dipanggil oleh-Nya. Mau menerima catatan dengan tangan kanan atau tangan kiri, tergantung dari amal yang kita lakukan di dunia ini. Hakim di akhirat tidak bisa disuap, disogok dengan segepok dolar. Dia adalah hakim yang seadil-adilnya. ( QS. At-Tiin, 8 )
Masih ingat Relaunching Gemmar Mengaji (Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji) oleh Menteri Agama Suryadharma Ali pada  26/9/2012 di Masjid Pangeran Diponegoro Komplek Balaikota Yogyakarta, kala itu mendapatkan apresiasi positip dari masyarakat. Dilihat dari tujuan utamanya meningkatkan dan membangkitkan kembali semangat mempelajari Al-Quran, disamping untuk memakmurkan masjid melalui gerakan sholat berjamaah. Melihat kontent acara rentang maghrib-isya memang sederhana, yakni hentikan akivitas duniawi, matikan HP, TV, Radio untuk diisi dengan sholat berjamaah dan mengaji. Konon Sholat berjamaah dilanjutkan dengan mengaji dan mengkaji adalah terapi mujarab untuk beberapa penyakit. Terlebih di era pandemi covid-19 ini.
 Pertama – Keutuhan rumah tangga, yang tadinya renggang, dengan manajemen ini, akan kembali nyaman. Karena masing-masing merasa mendapatkan hak-nya. Suami atau istri juga anak-anak bisa saling ketemu dan membangun komunikasi yang intensif. Kenakalan remaja/pelajar yang sampai pada batas meresahkan masyarakat, disinyalir bermuara pada runtuhnya bangunan komunikasi antar anggota keluarga. Masing-masing merasa sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Akibatnya tidak ada waktu untuk bertemu. Bahkan untuk sekedar sholat bersama dan makan bersama. Jadwal untuk pergi keluar selalu ada. Rumah/masjid tidak lagi menjadi tempat untuk saling bertemu.
Kedua, Sekaligus upaya pemberantasan baca tulis Al-Quran (BTAQ). “Hari gini” ternyata masih banyak teman-teman kita yang belum bisa membaca kitab sucinya sendiri. Angkanya besar. Justru dari kalangan anak muda.Remaja. Alasannya malu kalau harus belajar dengan adik-adiknya yang di bangku TPA. Maka biar tidak malu, belajar BTAQ dengan keluarganya sendiri. Insya Allah kalau serius, belajar BTAQ tidak lama, bisa. Bahkan sekarang ini ada Methode Iqra dan sebagainya yang sangat membantu.
Ketiga, Latih juga diri kita untuk tidak melakukan komunikasi yang sifatnya duniawi. SMS, Twitter, BB apalagi FB. Hentikan. Jika ada teman atau saudara yang sekedar bertanya kabar atau semacamnya di jam tersebut, maka tunda untuk menjawabnya. Setelah ba’da Isya. Sediakan waktu khusus, Maghrib Isya untuk berkomunikasi dengan Allah Swt. Mereka lama-lama akan tahu kebiasaan kita. Sehingga mereka tidak akan WA  di jam tersebut.
*Penulis : Mengajar di SMP Muhammadiyah Turi Sleman DIYÂ