JAKARTA, MENARA62.COM – Kesehatan mental menjadi persoalan penting yang harus diperhatikan pada saat Indonesia mencapai bonus demografi pada tahun 2025-2035. Sebab bonus demografi tidak akan memberikan manfaat jika penduduk usia produktif banyak yang mengalami gangguan mental.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dr. Eni Gustina, MPH mengatakan untuk mengatasi masalah kesehatan mental harus diintervensi dengan memberikan remaja ruang berbicara yang lebih luas. Dalam keluarga misalnya, orang tua perlu banyak berkomunikasi dengan anak agar segala masalah yang sedang dihadapinya bisa dibicarakan kepada orang tua.
“Masalah kesehatan mental itu butuh intervensi dengan lets talk, silakan bicara. Dia punya masalah tapi tidak tahu mesti cerita kemana, ke siapa. Jadi kita berikan konseling, mengajak orang-orang kalau dia ada masalah, dia bisa bicara ke temennya,” katanya usai temu media Youth Town Hall dalam siaran persnya, Selasa (19/3).
Menurut dr Eni, gangguan mental yang banyak ditemukan adalah stress. Banyak masalah yang dihadapi membuat remaja mudah stress lalu melakukan tindak diluar norma dan hukum, Misalnya seks bebas, penyalahgunaan narkoba dan sebagainya.
Faktor penyebabnya banyak, salah satunya kurang komunikasi dengan orang tua, karena orang tua terlalu sibuk bekerja.
“Banyak orang tua yang sibuk bekerja yang kadang komunikasi dengan pesan tulisan, kalau gitu kapan dia bisa berkonsultasi dengan orang tuanya,” kata dr. Eni.
Contoh lain terkait pornografi, dr. Eni mengatakan sebagian besar pornografi disebabkan karena remaja mengakses konten porno sendirian di kamar.
“Artinya orang tua itu mesti dong awasin anaknya di kamar ngapain aja. Kerjanya buka hp, nonton, ya akhirnya jadi adiksi pornografi. Jika sudah teradiksi kemungkinan besar mencari lawan jenisnya bahkan sampai terjadi kekerasan seksual,” ucap dr. Eni.
Salah satu upaya pencegahan, Kemenkes bekerjasama dengan Kemendikbud dalam memberikan konseling kepada para murid di sekolah. Tahun ini guru-guru bimbingan konseling (BK) dilatih dalam hal peningkatan kemampuan konseling bagi siswa ajarnya.
Di samping itu, agar Indonesia mendapatkan bonus demografi, remaja Indonesia harus memiliki keterampilan Hidup sehat atau yang disebut dengan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS). PKHS merupakan keterampilan dalam mengenali karakter diri sendiri, mampu berempati, mempu menentukan pilihan terbaik, menyelesaikan masalah secara konstruktif, berpikir kritis dan kreatif, mampu dan berani menyampaikan gagasan, memiliki kemampuan interpersonal yang baik, mampu mengendalikan emosi dan mengatasi stres.
“Jika kemampuan PKHS ini dimiliki setiap remaja maka mereka dapat memberikan keputusan yang tepat dalam tiap tindakan termasuk dalam menolak ajakan perilaku beresiko,” kata dr. Eni.