Dalam pergaulan sehari-hari, yang tidak mudah kita lakukan adalah mencari kebaikan seseorang. Ya, sebagian besar kita lebih sering mencari kesalahan atau keburukan seseorang daripada kebaikannya. Padahal, bisa jadi kesalahan dan keburukan kita jauh lebih besar dan lebih banyak dari kesalahan serta keburukan orang yang kita nilai. Ibarat kata pepatah, “Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak”.
Umar Ibn Al-Khaththab. r.a. pernah berpesan, “Hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung.” Maksud dari pesannya itu adalah bahwa hendaklah kita ber-muhasabah (introspeksi diri), menghitung-hitung kesalahan dan dosa-dosa yang pernah kita lakukan, sebelum kelak kita dihitung oleh Allah di akhirat nanti.
Makna lain dari pesan Umar Ibn Al-Khaththab itu adalah, hendaknya kita sibuk mengurus diri kita, memperbaiki setiap kesalahan yang kita lakukan, membenahi kekhilafan, serta bertobat atas dosa-dosa yang kita lakukan. Dengan menyibukkan diri atas perbaikan setiap kesalahan, pembenahan atas segala kekurangan, tobat atas segala dosa, maka kita tidak akan punya waktu untuk menilai kekurangan, kesalahan, serta dosa-dosa orang lain.
Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah SAW menyatakan, “dugalah perilaku seseorang dengan hal paling baik sampai yakin keburukannya benar-benar terbukti di matamu. Jangan pernah menilai buruk ucapan seseorang sampai kau tahu alasan kenapa ia mengucapkannya.”
Hadis Nabi Muhammad SAW ini mengingatkan kita, untuk selalu berpikir positif dengan melihat kebaikan seseorang. Dalam konteks ini, asas praduga tak bersalah berlaku. Setiap orang harus kita nilai baik, sampai kemudian kita menemukan sendiri keburukan orang tersebut dengan mata kita. Selagi tidak ada bukti-bukti yang meyakinkan kita akan keburukan dan kejelekan orang tersebut, kita harus berpikir positif tentangnya.
Sikap hati-hati dalam menilai seseorang ini akan menghindarkan kita dari prasangka dan curiga, serta menjaga kita dari melakukan fitnah. Meski demikian, bukan berarti kita tidak perlu berhati-hati atau waspada terhadap sikap dan perilaku orang lain. Kita tetap menjaga jarak dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kapan saja.
Rasulullah SAW adalah sosok ideal yang memberikan contoh serta teladan tentang bagaimana seharusnya sikap kita terhadap orang lain. Beliau selalu berbaik sangka dengan orang lain, meskipun secara nyata orang tersebut memusuhinya.
Suatu ketika, saat beliau tengah berada di rumah seorang sahabat bernama Arqam berkumpul dengan para sahabat lainnya, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu. Ketika pintu dibuka, ternyata yang datang bertamu adalah sosok yang paling ditakuti oleh masyarakat Mekah ketika itu, yaitu Umar Ibn al-Khaththab, yang ketika itu belum masuk Islam. Di saat para sahabat merasa ketakutan karena sikap keras dan bahkan kasar Umar, Rasulullah SAW justru mempersilahkannya masuk dan duduk di hadapan beliau. Dengan tenang beliau menanyakan maksud kedatangan Umar. Kemudian Umar pun menjelaskan maksud kedatangannya. Ternyata, di luar dugaan, Umar yang sangat memusuhi Islam, sering bertindak kasar terhadap orang lain yang tidak sependapat dengannya, dihadapan Rasulullah SAW dan disaksikan para sahabat, Umar menyatakan diri masuk Islam dengan membaca dua kalimat syahadat.
Di sinilah kita lihat betapa sosok Rasulullah SAW adalah orang yang selalu berbaik sangka, tidak pernah menilai atau bahkan menghakimi orang lain dengan keburukan, meskipun pandangan masyarakat secara umum terhadap sosok Umar pada saat itu adalah pandangan yang negatif.
So, jika kita mengaku sebagai umat Rasulullah SAW, ikutilah sikap beliau yang selalu melihat sisi positif dan kebaikan seseorang, bukan melihat sisi negatif serta keburukannya.
Ruang Inspirasi, Rabu (27/11/2019)