JAKARTA, MENARA62.COM – Obesitas akan membawa problem serius bagi pelayanan kesehatan di Indonesia dimasa mendatang. Dengan prevalensi obesitas yang terus meningkat dari tahun ke tahun, maka imbasnya adalah meningkat pula prevalensi penyakit tidak menular (PTM). Mulai dari jantung, stroke, gagal ginjal, kanker dan lainnya.

“Kondisi ini akan membuat pengeluaran BPJS Kesehatan untuk penyakit tidak menular semakin besar. Jika tak diatasi sejak sekarang, bisa jadi defisit anggaran BPJS Kesehatan pun sulit untuk dikendalikan,” katadr Zaini K Saragih, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) di sela temu media Hari Olahraga Nasional 2019 (Haornas) Kementerian Kesehatan, Rabu (4/9/2019).

Data Riset Kesehatan Dasar menyebutkan prevalensi obesitas orang dewasa terus meningkat sejak 2007 yakni 10,5 persen, 2013 tercatat 14,8 persen, dan pada 2018 mencapai 21,8 persen.

Menurut dr Zaini, ada beberapa penyebab mengapa prevalensi obesitas masyarakat cenderung meningkat. Tetapi dua hal yang penting adalah pola makan dan gaya hidup yang kurang aktivitas (gerak) fisik.

“Makanan junkfood membuat orang gampang gemuk. Ditambah lagi orang malas bergerak,” jelas dr Zaini.

Menurutnya, dampak dari obesitas akan mulai dirasakan pada masa mendatang. Orang dengan obesitas memiliki potensi besar untuk menderita penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes melitus, gagal ginjal dan lainnya.

“Nah, orang yang mengidap penyakit tidak menular saat ini, itu dampaknya akan dirasakan pada lima tahun ke depan,” kata dia.

Upaya untuk menekan prevalensi obesitas, menurut dr Zaini adalah mengubah perilaku hidup masyarakat agar lebih sehat. Tetapi upaya tersebut tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan.

Misalnya untuk memancing masyarakat gemar olahraga, gemar berjalan kaki, pemerintah daerah harus menyediakan sarana untuk warganya berjalan kaki, sarana olahraga, serta penyediaan ruang terbuka hijau untuk mengurangi polusi.

Ia mencontohkan Amerika Serikat. Di negara tersebut dahulu kasus obesitas mencapai 38,2 persen dari total jumlah penduduk. Setelah dilakukan penelitian sejak tahun 1900 hingga 1980, ternyata asupan kalorinya tidak jau berbeda. Hal yang membedakan adalah aktivitas fisik masyarakat.

Selain aktivitas fisik, jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Amerika di 1900 awal hingga 1980 berbeda dari jumlah serat. “Jenis makanannya juga beda, dulu tinggi serat sekarang rendah serat. Sehingga gampang jadi glukosa, terasa cepat lapar, dan makan lagi,” kata Zaini.

Di Indonesia mengalami beban kesehatan ganda dimana saat ini penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh gaya hidup semakin meningkat, disamping itu juga jumlah penyakit menular seperti TBC masih tinggi.