YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Kebijakan pemerintah untuk mengatasi wabah Covid-19 terus dilakukan. Namun upaya tersebut belum memberikan hasil optimal, terbukti kasus positif Covid-19 di Indonesia belum juga melandai kurvanya.
Center for Information and Developments Studies (CIDES) Indonesia mencoba memberikan perspektif lain dalam menghadapi wabah ini dengan melakukan diskusi publik secara daring dengan judul “Tarik Ulur Kebijakan Pemerintah Pusat Dan Daerah Menangani Kasus Covid-19” pada Sabtu 30 Mei 2020. Materi pemantik diskusi ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif CIDES Indonesia, Drs. M. Rudi Wahyono, MMA, keynote speaker menyampaikan bahwa Covid19 memberikan dampak yang luas kepada masyarakat baik dalam sisi ekonomi dan sosial, dan keberadaan virus ini masih menjadi kontroversi.
Diskusi dilanjutkan dengan paparan para peneliti muda CIDES Indonesia dengan mengambil berbagai sudut pandang sesuai dengan kelimuan mereka. Pada diskusi ini juga mengundang beberapa kalangan seperti, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat yang corcern dengan penanganan Covid-19.
Ridwan Budiman dan Pandu Wibowo yang merupakan peneliti muda bidang politik dan kebijakan publik CIDES Indonesia menyoroti ketidak kompakan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani wabah Covid-19. Akibatnya timbul tarik ulur kebijakan antara keduanya.
Hal demikian bukan tanpa sebab. Faktor yang menyebabkan perbedaan penanganan kasus Covid-19 dalam pendekatan politik, yakni perbedaan pandangan politik /afiliasi politik, pemanfaatan situasi untuk mencari panggung politik, aktor penguasa yang tidak ingin mendapatkan penilaian negatif publik atas kinerja pemerintah, kondisi wilayah yang berbeda-beda, dan juga tidak ada kesolidan dalam melakukan penelitian sebelum dikeluarkannya kebijakan publik.
Selain tarik ulur kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, dampak dari wabah Covid-19 adalah perekonomian masyarakat. Dampak yang langsung mengena kepada perekonomian ini tidak diimbangi dengan stimulus fiskal yang tinggi dari pemerintah.
Stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara lainnya,” kata Ridwan.
Seperti diketahui, Indonesia hanya mengalokasikan dana stimulus ekonomi untuk menanggulangi Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun atau setara 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara, negara seperti Malaysia mencapai 17%, Amerika Serikat (AS) 11%, dan Jepang bahkan 20% dari PDB, Singapura 12% dari PDB, dan Thailand 11% dari PDB.
Selain itu masih ada tumpang tindih tentang kebijakan jaringan sosial. Tumpang tindih tersebut terlihat dari dalam penyaluran jaring pengaman sosial ini terjadi perbedaan pendapat antara Pemdan dan Pemeritah Pusat, misal persoalan data, misal data dimana Kemensos yang memakai data tahun 2015 sehingga terjadi ketidakmerataan distrusi bantuan dana sosial di daerah. Selain itu pemutakhiran data yang dilakukan oleh Pemda tidak dilakukan verifikasi dan validasi oleh pemerintah pusat sehingga ada penumpang gelap dalam penyaluran jaringan sosial.
Bukan hanya dampak secara ekonomi, namun dampak secara pendidikan dan sosial juga dirasakan. Dampak di sektor pendidikan yang dirasakan langsung, yakni:tujangan serta kesejahteraan guru dipotong, pembelajaran jarak jauh selalu tentatif, dan adanya disinformasi data.
Sedangkan dampak sosial yang sangat terasa adalah angka penularan Covid-19 yang tinggi setiap harinya yang diakibatkan kedisiplinan masyarakat juga.
Menurut Pandu, dalam menghadapi wabah Covid-19 kuncinya adalah kebijakan pembiasaan kedisplinan kolektif seluruh masyarakat Indonesia, seperti cuci tangan dan membersihkan tubuh setelah melakukan aktivitas, memakai masker ketika hendak keluar rumah, dan mengurangi aktivitas yang tidak penting di masyarakat.
“Untuk menegakan aturan dan membiasakan kedisiplinan kolektif tersebut, maka pemerintah harus mengubah manajemen behavior masyarakat agar lebih peduli dengan kesehatan,” katanya.
Dengan melihat kondisi negara saat ini yang mana menunjukan bahwa angka positif Covid-19 belum mereda, maka kebijakan The New Normal perlu dikaji kembali. (arief hartanto)