29.2 C
Jakarta

Ciptakan Tenaga Kerja Terampil, Kemendikbudristek Terus Dorong Competitive Fund Vokasi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Transformasi pendidikan tinggi vokasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Vokasi (Ditjen Diksi) terus bergulir. Tahun ini, fokusnya adalah Peningkatan Program Diploma Tiga (D-3) Menjadi Program Sarjana Terapan (S.Tr) dan Pembukaan Program Diploma Dua (D-2) Jalur Cepat.

Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya, Ditjen Diksi, Henri Tambunan mengungkapkan bahwa dua kebijakan tersebut merupakan implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). “Kemendikbudristek merespons perkembangan dunia kerja dan industri yang makin dinamis,” ucap Henri pada Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) dengan topik Ciptakan Tenaga Kerja Terampil Melalui Competitive Fund Vokasi secara virtual di YouTube Kemendikbud RI, Kamis (19/5).

Diakui Henri, lulusan pendidikan tinggi vokasi sering dipandang kalah saing dengan lulusan perguruan tinggi akademik. Selain itu, ada ketidaksinkronan (mismatch) antara pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu, Henri mengatakan, perguruan tinggi vokasi diwajibkan berkolaborasi dengan dunia kerja atau dunia industri dalam merancang dan menjalankan kurikulum yang memastikan link and match antara pendidikan dengan dunia kerja.

Melalui program ini, calon mahasiswa dapat menyetarakan sertifikasi kompetensi/ keahlian yang dimiliki sejak duduk di bangku SMK sebagai kredit perkuliahan melalui mekanisme Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Selain itu, magang industri yang dilakukan oleh mahasiswa selama satu semester juga diakui sebagai kredit perkuliahan, sehingga total waktu tempuh untuk menyelesaikan program D-2 yang umumnya ditempuh selama 4 semester atau 2 tahun, dapat diselesaikan hanya dalam 3 semester atau 1,5 tahun. Adapun total beban kredit minimum dalam skema ini adalah 72 SKS.

“Program diploma-2 reguler membutuhkan empat semester untuk lulus. Tetapi terobosan ini membuat waktu tempuh diploma-2 lebih singkat menjadi hanya tiga semester,” ujar Henri.

Ditambahkan Henri, kurikulum dan proses pembelajaran D-2 juga disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. “Perguruan tinggi dan mitranya harus duduk bersama untuk merumuskan dan menyusun substansi yang perlu agar kompetensi lulusan sesuai dengan kebutuhan,” tuturnya.

Selain itu, tantangan keselarasan pendidikan dan kebutuhan dunia kerja juga dijawab Kemendikbudristek dengan mendorong perguruan tinggi vokasi untuk menempatkan program D-3 menjadi program sarjana terapan. “Kita memberi kesempatan bagi perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi untuk mengembangkan kurikulum dan pembelajaran agar selaras dengan kebutuhan dunia kerja dan industri,” terang Henri.

Pada kesempatan ini, Henri juga menyampaikan Competitive Fund Vokasi Tahun 2021 mendukung sekolah vokasi lewat bantuan dana bagi perguruan tinggi vokasi yang mengusulkan peningkatan pendidikan D-3 dan mengusulkan pembukaan program D-2 jalur cepat. “Dari 117 program studi sarjana terapan, 45 di antaranya merupakan program studi penerima Competitive Fund Vokasi 2021. Sementara itu untuk D-2 jalur cepat, dari 42 usulan, 32 di antaranya merupakan penerima 2021. Yang paling penting adalah dampaknya terhadap pembelajaran mahasiswa,” ucap Henri.

Fokus Competitive Fund Vokasi Tahun 2022

Pada SMB ini, Henri juga menyampaikan Competitive Fund Vokasi tahun 2022 dikembangkan menjadi dua fokus yaitu fokus penyiapan dan fokus penguatan dengan empat skema. Skema A adalah transformasi atau penyiapan program D-3 menjadi sarjana terapan. Skema B adalah akselerasi pembukaan program studi D-2 jalur cepat.

Selanjutnya, skema C merupakan penguatan program sarjana terapan dan program D-2 jalur cepat hasil transformasi, serta penguatan prodi D-2 reguler dan prodi sarjana terapan nontransformasi yang surat keputusan pembukaan prodinya paling lambat diterbitkan tahun 2021. Skema D adalah penguatan program studi sarjana terapan dan program studi D2 yang telah memiliki lulusan terakreditasi dan telah menjalankan praktik baik Sistem Penjaminan Mutu Indonesia (SPMI). Skema ini adalah skema untuk penguatan program studi existing.

Competitive Fund Vokasi di 2022, lanjut Henri, juga mendukung program studi D-3 yang telah bertransformasi menjadi sarjana terapan serta program studi D-2 jalur cepat yang telah berdiri. “Lewat skema pendanaan ini, Kemendikbudristek juga terus mendukung program studi sarjana terapan nontransformasi, program reguler yang baru berdiri, maupun yang telah berdiri lama dan sudah punya lulusan serta menjalankan praktik baik SPMI,” ucapnya.

Henri berharap, kebijakan ini dapat menambah keaktifan sekolah-sekolah vokasi menggelar kerja sama dengan industri dan menghasilkan lulusan-lulusan yang berkeahlian. “Semoga juga ada perubahan persepsi masyarakat yang dapat melihat pendidikan vokasi setara dengan pendidikan tinggi akademik,” terangnya.

Diterangkan Henri, evaluasi Ditjen Diksi memperlihatkan dampak besar, di antaranya penambahan sarana prasarana praktikum di perguruan tinggi pendidikan vokasi yang menerima pendanaan 2021, seperti penambahan peralatan laboratorium, komputer, dan perangkat lunak. Selain itu, terdapat 230 prodi yang siap menjalankan MBKM dan link and match dengan dunia usaha dan industri.

“Ratusan dosen juga mendapatkan sertifikasi kompetensi yang bisa digunakan untuk pelatihan, untuk peningkatan kompetensi,” jelas Henri.

Dampak Competitive Fund Vokasi Terasa, Ini Pendapat Warga Pendidikan Vokasi

Direktur Politeknik Negeri Madiun, Muhammad Fajar Subkhan, menuturkan Politeknik Madiun menjadi salah satu penerima program Competitive Fund untuk program D-2 jalur cepat. “Alhamdulillah kita bertemu dengan mitra SMK yang betul-betul mendukung, yaitu SMK PGRI 1 Mejayan. Kami juga bertemu industri yang punya komitmen yang kuat, yaitu PT INKA. Jadi kami sudah melaksanakan perjanjian kerja sama yang didukung dan dinaungi industri,” terang Fajar.

Diakui Fajar, tidak banyak perguruan tinggi vokasi yang menghasilkan lulusan diploma 2. “Jumlah lulusan sarjana terapan dengan lulusan sarjana belum seimbang. Hanya sekitar 0,5 % dari seluruh lulusan diploma-1 sampai sarjana, maupun sarjana terapan di perguruan tinggi di seluruh Indonesia yang lulus dari D-2. Jadi, jumlahnya sangat kecil sekali, kurang dari 1%, Maka perlu akselerasi untuk menyiapkan sumber daya yang lulus dari diploma 2,” tuturnya.

Diterangkan Fajar, pada Politeknik Madiun terdapat Prodi D3 Pembentukan Logam. “Pembentukan logam itu adalah core business, proses produksinya di INKA. Kami melibatkan pengajar-pengajar dari PT INKA. Harapannya, ketika lulus nanti, mahasiswa tidak hanya bisa melakukan pembentukan logam untuk kereta api saja, tetapi juga untuk manufaktur lain, seperti mobil. Sehingga, apabila bekerja di tempat lain, tetapi butuh keahlian pembentukan logam, bisa mencari di tempat lain,” tutur Fajar.

Direktur Pengembang PT. INKA, Agung Sedaju, menilai D-2 jalur cepat dapat membantu lulusan cepat lulus dan industri pun tidak perlu menunggu tiga tahun untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil. “Program ini dapat menyelesaikan kebutuhan kecepatan tenaga kerja, kualitas yang lebih baik, serta biaya efisien bagi industri,” terang Agung.

Dituturkan dia, industri harus siap membuka diri. “Industri harus rela mengambil sebagian karyawannya untuk mendidik para mahasiswa. Walaupun dirasa cukup berat, ini wajib untuk mendukung program ini. Industri juga harus siap menyiapkan fasilitas produksinya untuk digunakan mahasiswa praktik, agar mahasiswa memahami proses manufaktur,” terang Agung.

Sementara itu, Kepala SMK PGRI 1 Mejayan, Sampun Hadam, mengaku menghadapi beragam tantangan. “Pertama adalah mengubah cara berpikir. Saya terus memotivasi anak-anak dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah. Ini bukan pekerjaan ringan,” ucapnya. Selain itu, umumnya, anak-anak yang dididik di SMK-nya rata-rata berasal dari keluarga ekonomi lemah.

Oleh karenanya, Sampun menilai program ini sangat baik karena menjawab persoalan masa depan anak-anak bangsa. “Program ini akan meningkatkan kompetensi lulusan SMK karena anak-anak punya bayangan bahwa SMK bukan akhir dari proses pembelajaran, atau tetapi mereka bisa melanjutkan D-2 dan D-4. Skema Competitive Fund berusaha mengisi kekosongan karena di lulusan di jenjang D-3 dan D-2 ini sangat banyak dibutuhkan. Semoga program ini dapat terus dilakukan, sehingga kita terus bisa melakukan inovasi-inovasi di dalam pengembangan pendidikan vokasi yang lebih baik,” tutur Sampun.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!