30.1 C
Jakarta

Dadang Kahmad: Takzim Pondasi Kemuliaan Diri

Baca Juga:

BANDUNG, MENARA62.COM – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus Ketua Badan Pembina Harian Universitas Muhammadiyah Bandung Dadang Kahmad menjelaskan pentingnya konsep takzim sebagai fondasi akhlak dalam kehidupan umat Islam.

 

Ia menegaskan bahwa takzim bermakna memuliakan, menghormati, dan menjaga adab kepada sesama tanpa merendahkan siapa pun. Menurutnya, kesombongan adalah sifat yang membawa manusia pada kehinaan sebagaimana dicontohkan dalam kisah iblis yang menolak sujud kepada Nabi Adam.

 

Dadang menuturkan bahwa takzim mengajarkan seseorang untuk melihat orang lain lebih mulia daripada dirinya. Dalam Islam berkemajuan, nilai takzim tidak hanya diterapkan kepada sesama manusia, tetapi kepada seluruh makhluk ciptaan Allah. Ia menambahkan, penghormatan tertinggi diberikan kepada Allah melalui ketaatan dan tauhid yang murni serta kepada Rasulullah melalui kecintaan dan keteladanan terhadap akhlaknya.

 

Ia juga menekankan bahwa takzim kepada guru dilakukan dengan menaati ajaran dan nasihat yang baik tanpa melampaui batas kemanusiaan. Menurut Dadang, penghormatan kepada orang tua juga harus diwujudkan melalui ketaatan dan doa. Sementara itu, takzim kepada sesama manusia diwujudkan dengan tidak merendahkan siapa pun, apa pun latar belakang sosialnya.

 

”Takzim merupakan bagian integral dari ajaran Islam dan menjadi pondasi pembentukan karakter umat. Tidak ada satu pun ajaran Islam yang membenarkan penghinaan terhadap orang lain,” ujar Dadang seperti dikutip dari channel YouTube Televisi Muhammadiyah pada Selasa (09/12/2025).

 

Menurutnya, siapa yang menghormati orang lain akan mendapatkan penghormatan dan siapa yang memberi akan menerima lebih banyak. Prinsip ini dikenal sebagai golden rule, yakni memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.

 

Dadang menambahkan bahwa konsep takzim juga berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Ia menegaskan bahwa ajaran serupa ditemukan dalam berbagai agama, termasuk dalam Injil, yang sama-sama mengajarkan penghormatan dan kebaikan antar sesama. Dalam perspektif Islam berkemajuan, takzim harus dilandasi moralitas luhur dan tauhid yang murni sebagai energi untuk memajukan umat, bukan sekadar ritual pasif.

 

Ia menjelaskan bahwa penghormatan kepada guru tidak boleh melampaui batas yang wajar hingga meniadakan harga diri seseorang. Menurutnya, bentuk penghormatan seperti mencium tangan masih diperbolehkan selama tidak menjurus pada tindakan yang merendahkan diri atau bertentangan dengan akal sehat. Budaya lokal, kata Dadang, juga dapat mempengaruhi cara seseorang menghormati guru atau orang tua selama tidak melanggar prinsip Islam.

 

Dadang juga menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh mengkultuskan siapa pun, termasuk nabi, guru, atau ulama. Nabi Muhammad pun, jelasnya, adalah manusia biasa yang menerima wahyu, bukan makhluk yang serba tahu atau memiliki kekuatan gaib. Oleh karena itu, kritik yang santun kepada guru atau ulama diperbolehkan selama tetap menjaga adab dan kesopanan.

 

Sebagai langkah konkret menanamkan budaya takzim, Dadang menyebut Muhammadiyah terus mengajarkan akhlak Islam di sekolah dan majelis pengajian. Nilai yang ditekankan meliputi keimanan yang kuat, kesabaran, kejujuran, ketaatan pada aturan, kedermawanan, serta kerendahan hati untuk mengakui kesalahan.

 

”Kita harus memahami bahwa sesungguhnya kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh status sosial. Namun, ditentukan oleh ketakwaannya dan bahwa Allah juga hanya menilai akhlak terbaik dari hamba-hamba-Nya,” tandas Dadang. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!