BOGOR, MENARA62.COM – Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas melalui SKB 4 menteri disambut hangat oleh daerah. Dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Pendidikan dan kebudayaan (Fortadikbud) selama 3 hari (16-18 April 2021) di Santika Hotel, Bogor, mengerucut sejumlah alasan mengapa PTM terbatas mendesak untuk digelar.
“Pembelajaran jarak jauh alias PJJ itu dianggap main-main oleh siswa, sehingga PJJ benar-benar tidak efektif,” kata Singgih, Kepala SMAN 3 Jombang, Jawa Timur dalam keterangannya secara virtual.
Karena itu Singgih mengapresiasi terbitnya SKB 4 menteri yang memungkinkan sekolah kembali dibuka meski dengan protokol kesehatan secara ketat.
Senada juga disampaikan Desnilam Kurniawati, Kepala UPTD SDN 070986 Ononamolo Ilot Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara. Dengan kendala jaringan internet yang serius dan banyaknya siswa tidak memiliki gawai, PJJ di Gunungsitoli tidak bisa dilakukan sesuai harapan. Lembar kerja peserta didik yang dikirim oleh guru kepada siswa pun 75 persen tidak dikerjakan.
“Anak sudah rindu untuk sekolah. Jadi kami gembira dengan rencana PTM terbatas ini,” katanya.
Tak berbeda dengan SMP N 1 Bogor, Jawa Barat. Sekolah yang notabene dekat dengan ibukota negara tersebut pun tidak mudah menggelar PJJ. Wakil Kepala SMP N 1 Bogor Muhammad Lukman mengatakan banyak siswa yang mengartikan PJJ sebagai libur sekolah sambil belajar.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor menambahkan bahwa guru telah berinisiatif dengan melakukan home visit (kunjungan ke rumah) siswa. Ini dilakukan setelah melihat fakta bahwa banyak siswa yang menggunakan telepon genggap orangtuanya untuk PJJ. Sehingga saat telepon genggang dibawa orangtua bekerja, praktis siswa tidak mengikuti PJJ. “Beberapa guru berinisiatif home visit, tapi tidak semua orangtua menyambut baik kegiatan home visit,” tambahnya.
Lain lagi temuan di salah satu sekolah di NTB. Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud Purwadi Sutanto mengatakan ada siswa yang memutuskan keluar dari sekolah untuk menikah. “Karena keterbatasan sarana prasarana PJJ, anak lantas putus sekolah dan akhirnya menikah dini,” katanya.
Itu sebabnya, Purwadi meminta sekolah segera mengisi daftar periksa kesiapan sekolah menggelar PTN terbatas yang dikirimkan pemerintah. Meski daftar periksa tersebut cukup panjang dan rumit yang memicu sekolah malas untuk mengisinya.
Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat ( BKHM) Kemendikbud Hendarman, menilai berbagai temuan dan pandangan dalam dalam diskusi ini merupakan masukan yang penting sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan sehubungan dengan persiapan pembelajaran tatap muka.
“Saya belajar banyak dari kasus-kasus di lapangan. Narasumber dari beberapa daerah menceritakan kondisi riil di lapangan dan itu selama ini kita kurang mengetahuinya,” kata Hendarman.
Ia mengapresiasi terselenggaranya diskusi ini dan berharap diskusi melahirkan rekomendasi penting bagi kemendikbud untuk mengambil kebijakan yang lebih tepat dan baik.
Koordinator Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan ( Fortadik ) Syarif Oebaidillah mengatakan diskusi dengan “Bersiap Menghadapi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas”, sebagai bentuk kepedulian Fortadik terhadap dunia pendidikan. “Teman teman wartawan merekam berbagai keluan dari anak didik para guru dan orang tua, dampak yang dirasakan selama satu mengikuti pembelajaran jarak jauh,” kata Oebaidillah.
Diskusi secara daring dan luring ini berlangsung Bogor sejsk Jumat (16/4) hingga Minggu 18 April 2021 diikuti sekitar 50 prserta dari berbagai media.