JAKARTA,
MENARA62. COM — Cukup mengejutkan, Di
Jakarta Tidak Boleh Demonstrasi Saat Pelantikan
Presiden. Situs
Antaranews.com melansir, Polda Metro Jaya tidak akan menerbitkan surat izin untuk unjuk rasa menjelang pelantikan Joko Widodo dan Maruf Amin sebagai
Presiden dan Wakil
Presiden Republik
Indonesia periode 2019-2024.
Pelantikan presiden dan wakil presiden dijadwalkan akan berlangsung pada Ahad (20/10/2019) di Gedung DPR/DPD/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
“Kita ada diskresi Kepolisian bahwa dari Polda Metro Jaya tidak akan menerbitkan STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan) dari tanggal 15 sampai 20 Oktober,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Selasa (15/10/2019).
Dia berharap masyarakat tidak nekat menggelar aksi selama waktu yang ditentukan agar kegiatan pelantikan presiden berlangsung lancar dan tertib. “Kita berharap bahwa memang tidak ada unjuk rasa sehingga kita bisa melaksanakan kegiatan dengan baik dan lancar. Tentunya ini semua untuk kebaikan, untuk kelancaran dari pada kegiatan tersebut,” ujarnya.
Dampak
Argo menilai unjuk rasa yang berakhir ricuh akan berdampak negatif terhadap citra
Indonesia di mata dunia, karena saat pelantikan
presiden berlangsung, seluruh mata dunia akan terfokus pada
Indonesia.
“Kalau kita melihat ya, seperti kemarin terjadi ricuh dan sebagainya kan nanti bisa menurunkan harkat, martabat Indonesia. Kita berharap harkat dan martabat Indonesia bisa kita jaga, kita sama-sama menjaga,” kata Argo.
Upacara pelantikan Joko Widodo dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024, rencananya dihadiri oleh pimpinan dari negara-negara sahabat.
Polda Metro Jaya juga telah menyiapkan tim khusus untuk mengawal tamu negara sahabat dalam perjalanan menuju lokasi pelantikan di Gedung DPR/DPD/MPR RI serta saat meninggalkan lokasi acara. Pelantikan presiden dan wakil itu sendiri akan dikawal oleh 31.000 personel gabungan TNI-Polri yang akan disebar dalam tiga ring pengamanan.
Ring Satu adalah Gedung DPR yang menjadi tempat dilaksanakan upacara pelantikan. Dijelaskan Argo pengamanan Ring Satu sepenuhnya adalah kewenangan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Sedangkan Ring Dua dan Ring Tiga adalah Gedung DPR dan wilayah sekitarnya yang akan dijaga oleh personel TNI dan Polri.
Terkait arus lalu lintas, Argo mengatakan sifatnya adalah situasional. Meski demikian Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah menyiapkan rekayasa lalu lintas di sekitar gedung DPR RI.
“Untuk lalu lintas nanti situasional dan sudah direncanakan oleh Ditlantas. Nanti kita akan melihat situasi seperti apa,” ujar Argo.
Peraturan
Demonstrasi, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya di muka umum yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Demonstrasi dibolehkan oleh hukum sepanjang mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihak yang menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dipidana.
Konstitusi, Pasal 28 UUD 1945 menyebutkan, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
Jika mengacu pada UU no:9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, disebutkan bahwa bentuk menyampaikan pendapat di muka umum ada lima; unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum dan atau mimbar bebas.
Penyampaian pendapat di muka umum tersebut dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali; di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional. Selain itu, juga dilarang dilakukan pada hari besar nasional.
Jika merujuk pada ketentuan ini, maka Gedung DPR/ MPR RI, bukan menjadi tempat terlarang untuk demonstrasi.
Namun, pasal 10 UU no: 9/1998 ini mengingatkan, penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia (“Polri”). Pemberitahuan secara tertulis tersebut disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggungjawab kelompok. Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat. Pemberitahuan secara tertulis ini tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Ketentuan ini, secara jelas dan tegas menyebutkan bahwa demonstrasi tidak memerlukan izin dari kepolisian, karena sifatnya hanya pemberitahuaan. Soal apakah pemberitahuaan itu akan ditanggapi dengan Surat Tanda Terima Pemberitahuan atau tidak, tidak ada aturan yang bisa dijadikan rujukan tentang ini.
Bahkan, pasal 13 UU ini menyebutkan, Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri wajib: segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan; berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum; berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat; mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
Polri, dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum. Polri bertanggungjawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum. Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Bahkan, Pasal 18 UU no:9/1998 mengingatkan dengan keras, barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) adalah kejahatan.
Kalau menelisik UU no:9/1998 ini, juga tidak memuat soal ketentuan diskresi bagi polisi untuk melarang demonstrasi. Bahkan, dalam peraturan Kapolri no: 7/2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, juga tidak memuat tentang ketentuan diskresi ini.
Lantas, apa yang menjadi dasar bagi polri untuk melakukan diskresi dengan tidak mengeluarkan STTP.