Oleh Rulli Nasrullah (Peneliti Media Sosial UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Kehadiran internet merupakan hasil dari konvergensi dari transmisi komunikasi yang menggabungkan komunikasi data, telekomunikasi dan komunikasi massa secara bersamaan. Dari segi perangkat media, era media baru juga ditandai dengan apa yang disebut dengan konvergensi media. Secara struktural konvergensi media berarti integrasi dari tigas aspek, yakni telekomunikasi, data komunikasi dan komunikasi massa dalam satu medium.
Dalam tataran praktis, konvergensi media bisa terjadi melalui beberapa level: 1)level struktural seperti kombinasi transmisi data maupun perangkat antara telepon dan komputer, 2) level tranportasi seperti Web TV yang menggunakan kabel atau satelit, 3) level manajemen seperti perusahaan telepon yang juga memanfaatkan jaringan telepon untuk tv berlangganan, 4) level pelayanan (services) seperti penyatuan layanan informasi dan komunikasi di internet, dan 5) level tipe data seperti menyatukan data, teks, suara, maupun gambar.
Tidak hanya terlihat dari bagaimana internet sebagai sebuah teknologi semata, melainkan aspek pengguna hingga budaya mengalami (r)evolusi yang berbeda dari sebelumnya. Komunitas atau masyarakat di era digital mengalami pergeseran demografis dan geografis menjadi digital dan virtual.
Salah satu ciri dari media sosial dan bagaimana pengguna di media sosial itu berada bisa ditandai dengan adanya jaringan atau network. Network atau jaringan itu sendiri bisa diartikan sebagai tautan secara kolektif dari berbagai elemen unit.
Elemen itu sendiri sering disebut sebagai titik simpul (node) dalam sebuah jaringan. Sementara sekumpulan dari unit sering disebut dengan sistem. Sebuah jaringan bisa dibentuk dari minimal tiga elemen dan terhubung minimal dua tautan. Tautan yang terjadi di antara dua elemen disebut dengan relasi.
Konsep jaringan merupakan konsep yang dekat dengan kehidupan manusia. Tubuh manusia itu sendiri memiliki jaringan-jaringan syaraf, jalan raya merupakan sebuah jaringan transportasi, sampai pada jaringan media dimana media terdistribusi sampai pada pelanggan. Dalam konsep ‘a networked self’ individu merepresentasikan dalam lingkungan jaringan komputer.
Jaringan tersebut menghubungkan di antara pengguna. Semakin besar relasi yang terhubung dari simpul-simpul tersebut, maka semakin besar jaringan yang terbentuk atau dalam bahasa teknisnya adalah jaringan yang kompleks.
Bagaimana relasi yang terjadi dalam masyarakat itu kiranya perlu didekati dengan konsep social network Konsep ini merupakan alat untuk mempelajari struktur sosial dan digunakan untuk melihat bagaimana relasi yang terjadi di antara setiap unit yang ada di dalam struktur sosial.
Juga, dalam memetakan setiap karakteristik atau koneksi dari setiap relasi (komunikasi) tersebut yang menghubungkan setiap simpul (nodes) yang di dalamnya bisa bermakna individu, grup, korporasi, hingga antar negara dan kolektifitas yang jauh lebih besar . Setiap level sosial memiliki jaringan dan cara relasi yang berbeda-beda; inilah realitas sosial siber yang sangat berbeda dengan dunia offline.
Realitas di internet pada dasarnya memiliki dua pendekatan yang berbeda. Pendekatan pertema menunjukkan bahwa realitas di internet sama dengan realitas offline sedangkan pendekatan lainnya offline dan online berbeda. Tidak hanya itu, sebuah peristiwa misalnya percakapan dengan fasilitas Whatsapp di gawai peristiwa itu bisa dilihat dari dua sisin secara bersamaan antara cerminan realitas atau realitas yang baru.
Untuk melihat bagaimana sebuah realitas terjadi dan entitas berinteraksi di internet, Gotved (2006) menawarkan sebuah skema realitas sosial-siber. Konsep tersebut memberikan arahan secara tradisional tentang aspek-aspek sosial dari realitas yang ada di internet dengan melihat atau melibatkan fitur-fitur teknologi.
Pengguna sebagai entitas dan perangkat yang juga merupakan entitas memiliki peranan dalam mentransformasikan realitas di internet. Aspek ini menjadi penting karena model realitas sosial-siber ini menjadi dasar serta landasan teori dalam melihat apa yang terjadi di komunitas virtual. Interaksi yang ada di komunitas virtual dan nilai-nilai atau artefak budaya merupakan konsep-konsep sebagai sebuah pelengkap teori tentang riset di internet.
Internet juga tidak sekadar medium yang memberikan tempat berinteraksi di antara anggota dari komunitas virtual. Internet sebagai perangkat juga memberikan kontribusi dari terbentuknya dimensi-dimensi baru dari budaya. Malah bisa dikatakan kehadiran perangkat—lunak (software) maupun keras (hardware)—memiliki pengaruh yang tidak sedikit untuk terjadinya realitas sosial-siber. Salah satu contoh adalah munculnya “Bahasa (teks)” digital, khalayak, maupaun pengaruh terhadap bidang-bidang seperti kehumasan, jurnalisme, sampai pada bisnis.





