LAHAT, MENARA62.COM — Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumatra Selatan didesak melakukan pengawasan penataan penerapan sanksi administrasi bagi perusahaan yang mendapatkan sanksi. Pemberian sanksi pengelolaan lingkungan tersebut dituangkan melalui Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel No : 50/KPTS/DLHP/B.IV/2019, tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah kepada PT Bukit Asam Tbk. Surat tersebut, ditandatangani Kepala DLHP Sumsel, Drs H Edward Candra, MH pada tanggal 8 April 2019 lalu.
Siaran pers Plantari pada Kamis (20/6/2019) menyebutkan, baku mutu lingkungan hidup ini merupakan salah satu instrumen penting dalam pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Ketua Plasma Nutfah Lestari (Plantari) Sanderson Syafe’i ST SH mengatakan, dengan adanya parameter diluar baku mutu hasil temuan, menunjukkan PTBA memang telah gagal dalam upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan sesuai amanat UUPLH.
Sejak dikeluarkan surat mengenai Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah pada bulan April 2019 tersebut, PTBA harusnya telah melakukan banyak hal untuk menaati sanksi adminitrastif tersebut sesuai aturan hukum.
“Seharusnya pemerintah Provinsi dan pemerintah daerah segera turun kelapangan melihat sejauh mana ketaatan bagi perusahaan yang diberikan sanksi administratif. Setidaknya paksaan untuk pemulihan lingkungan segera ditaati. Dengan kejadian perusahaan kelas dunia semacam ini, saya meragukan semua aktifitas usaha pertambangan batu bara di Lahat ini memiliki izin lingkungan. Gubernur perlu memastikan setiap usaha pertambangan batu bara memiliki izin lingkungan, batalkan dan cabut izin lingkungannya bagi yang tidak taat,” ujar Sanderson, yang juga salah satu anggota Tim Teknis Amada Kabupaten Lahat ini.
Sanderson meragukan konsistensi dan keseriusan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dalam mengelola lingkungan yang berada di sekitar wilayah operasional perusahaan. Dari informasi yang ia diperoleh, Sanderson mengatakan, kasus swabakar diduga telah terjadi sejak tahun 2010 dengan perkiraan luas stock file terbakar 3,3 hektar dan volume perkiraan batubara terbakar sebanyak 300.000 M3 dan diduga ada kerugian negara.
“Wajar kami pertanyaankan dan meminta KLHK meninjau ulang Penghargaan Proper yang telah diraih atas kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan pengembangan masyarakat. Pencapaian ini sekaligus menempatkan PTBA sebagai satu-satunya perusahaan tambang batu bara yang berhasil meraih Proper Emas sebanyak 6 kali berturut-turut sejak 2013 dan pihak terkait lainya turun kelapangan,” ujar peraih Kalpataru ini.
Perbaikan
Sebelumnya, dalam surat yang ditandatangani PGS Sekretaris Perusahaan Hartono, disebutkan, PT Bukit Asam Tbk telah merespon surat sanksi tersebut. Respon dilakukan dengan perbaikan terhadap pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran air.
Menurutnya, PT Bukit Asam Tbk telah menyampaikan laporan progres perbaikan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumsel pada 12 April 2019 dan 16 April 2019. Laporan perbaikan ini meliputi perbaikan yang dilakukan oleh PT Bukit Asam terhadap rekomendasi dari DLHP Provinsi Sumsel.
Sementara itu, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel, Drs H Edward Candra MH, proper PTBA tahun 2019 akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan ini untuk segera melepaskan diri dari sanksi administrasi itu.
Edward menambahkan, bisa saja perusahaan yang terkena sanksi dalam pelanggaran lingkungan tersebut ikut dalam penilaian Proper. Namun, jika itu dilakukan, upaya tersebut nantinya bakal mentah juga di Kementerian Lingkungan Hidup.
“Tentu pihak Kementerian saat validasi nanti akan menanyakan apakah sanksi tersebut sudah dicabut dan meminta bukti surat pencabutannya jika memang benar sudah dicabut,” ujarnya.