Gerakan Persyarikatan Muhammadiyah, yang dirangkaikan dalam kata-kata sebagai kosmopolitanisme Islam berkemajuan ini, ingin menapakkan sejarah. Tapak yang menjadi jejak sejarah bagai perkembangan organisasi.
Berangkat dari dinamikan kepemimpinan Muhammadiyah dalam kurun 20 tahun lebih setelah reformasi berjalan, telah melahirkan produk generasi yang kosmopolitan.
Setelah reformasi, Din Syamsuddin menjadi satu-satunya ketua umum PP Muhammadiyah. Ia sukses memimpin Muhammadiyah selama 10 tahun, dua periode kepemimpinan.
Sebelumnya, jika melihat jejak sejarah pelaksanaan muktamar Muhammadiyah, sejak tahun 1995, gerak persyarikatan Muhammadiyah amat dinamis. Ketika itu, Amien Rais terpilih sebagai ketua umum PP Muhammadiyah. Namun, ia tidak bisa menyelesaikan masa baktinya, karena tuntutan sejarah kebangsaan.
Amien Rais terjun ke politik, dengan mendirikan Partai Amanat Nasional. Selanjutnya, sahabat Amien Rais, Syafii Ma’arif menggantikan Amien dan menyelesaikan periode jabatan Amien Rais hingga diselenggarakan Muktamar Muhammadiyah tahun 2000 di Jakarta.
Syafii pun kemudian terpilih dalam muktamar itu sebagai ketua umum. Ia menjadi ketua umum Muhammadiyah, ditengah Indonesia mengalami transisi demokrasi. Transisi itu, juga diiringi dengan gejolak sosial-politik yang amat dinamis. Kondisi ini, tentu menjadi tantangan tersendiri, tidak hanya bagi Syafii, tetapi juga seluruh kader dan pengurus Persyarikatan Muhammadiyah.
Muhammadiyah diuji dan bisa dengan konsisten memperlihatkan peran kebangsaan dan negralitas Muhammadiyah. Akhirnya, badai inipun bisa dilalui, tanpa Muhammadiyah terperosok pada godaan pragmatisme politik.
