32.2 C
Jakarta

Eskalasi Demonstrasi Terus Meningkat, Negara Harus Lindungi Ruang Berpendapat

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Lembaga advokasi dan kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) meminta pemerintah dan kepolisian untuk melindungi ruang berpendapat masyarakat.

Direktur Program PVRI, Mohamad Hikari Ersada menganggap eskalasi demonstrasi terus meningkat sehingga Pemerintah dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus menjamin kegiatan pengamanan dan pemolisian mengedepankan prinsip-prinsip HAM dan demokrasi.

“Penanganan demonstrasi harus merefleksikan nilai demokrasi seperti keadaban, kewargaan, hak asasi, konstitusionalisme dan rule of law guna mendorong ruang berpendapat yang demokratis,” ujar Hikari dalam keterangannya, Rabu (14/9/2022).

Selain itu, Hikari juga meminta agar praktik-praktik pengamanan demonstrasi mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 (Perkapolri 9/2008) tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

“SOP tersebut memuat dengan jelas bahwa aparat harus memperlakukan masyarakat yang menyampaikan pendapat secara manusiawi dan mengedepankan tindakan yang proporsional,” sambung Hikari.

Hikari juga mengingatkan bahwa pemisahan Polri dari ABRI lahir dari sebuah proses yang sangat demokratis yaitu reformasi, sehingga basis legitimasi Polri bukan membela kekuasaan melainkan terletak pada masyarakat.

“Institusi kepolisian bertanggung jawab dalam menyediakan keadilan guna menyeimbangkan kepentingan publik dan kepentingan Pemerintah,” ujarnya.

Setidaknya ada dua alasan mengapa kepolisian perlu mengedepankan proses pengamanan yang humanis. Pertama, hal itu dapat memperbaiki wajah institusi kepolisian di sedang dilanda krisis keadilan dan yang kedua menjadi oase di tengah kemerosotan ruang kebebasan sipil.

Latar belakang

Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, telah terjadi protes terhadap kenaikan harga BBM di beberapa wilayah di Indonesia dan terus meluas. Di Jawa Barat sendiri, ada 14 titik aksi dari 12 kota dan kabupaten, diantaranya Kota Bandung, Karawang, Indramayu, Subang, Pangandaran, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Garut, Sumedang, Kota Cirebon, dan Purwakarta (7/9/2022). Demonstrasi juga terjadi di Jabodetabek (6/9/2022), yaitu di wilayah Jakarta, Tangerang, Bogor dan Bekasi.

Selain itu, Demonstrasi menolak kenaikan BBM di jakarta juga dilakukan di beberapa titik, diantaranya kawasan Patung Kuda, Gedung DPR/MPR dan Balai Kota DKI Jakarta (12/9/2022). Sedangkan, demonstrasi hari ini dilakukan di dua titik, yaitu kawasan patung kuda dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Demonstrasi juga meluas di kota-kota lain di Indonesia.

Walaupun di berbagai media online pihak kepolisian menyatakan bahwa pengawalan demo akan dilakukan secara damai dan tanpa senjata api, namun fakta lapangan masih membuktikan adanya represifitas aparat. Misalnya saja, beberapa kader HMI mengalami kekerasan dari aparat keamanan saat melakukan aksi di Dompu Nusa Tenggara Barat (1/9/2022).

Hal serupa juga terjadi pada mahasiswa di Balikpapan (8/9/2022) yang melakukan aksi demo di depan kantor walikota. Kerusuhan, aksi dorong-mendorong, hingga pukulan dari aparat juga dialami oleh mahasiswa di depan kantor DPRD Kalimantan Selatan (13/9/2022).

Dalam catatan PVRI, 62,9 persen masyarakat merasa takut berpendapat. (Indikator Politik Indonesia, 2022). Munculnya rasa takut dalam menyampaikan pendapat tidak lepas dari praktik represif kepolisian dalam merespon protes seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Padahal, keberadaan kepolisian harus mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan rasa aman, termasuk rasa aman saat menyampaikan pendapatnya dimuka umum.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!