YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan (FAI UAD) Yogyakarta menggelar Seminar Internasional ‘Islam in World Perspektif Symposium (IWOS) di Amphitarium Kampus 4 Yogyakarta, Sabtu (3/12/2022). IWOS menghadirkan pembicara Prof Dr KH Muhammad Sirajuddin Syamsuddin (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah), Prof Dr Zaid Ahmad (Universiti Putra Malaysia), dan Assoc Prof Parjiman MAg (Wakil Rektor Al Islam dan Kemuhammadiyahan UAD).
IWOS dibuka Wakil Rektor Bidang Akademik, Rusydi Umar, ST, MT, PhD. Kemudian dilanjutkan dengan ucapan selamat datang dari Prof Dr KH Muhammad Chabib Chirzin (International Institut of Islamic Thought Indonesia).
Dijelaskan Dekan FAI UAD, Dr Nur Kholis MAg, IWOS merupakan kegiatan rutin tahunan untuk seminar internasional. Setiap tahun ganti isu yang dibahas sesuai dengan topik yang sedang hangat di dunia.
“Kali ini mengangkat tema Revitalizing Wasathiyah Islam in Responding to Global Issues. Gagasan utamanya, Islam Wasathiyah dalam perspektif Muhammadiyah,” kata Nur Kholis kepada wartawan.
Nur Kholis menambahkan Islam Wasathiyah dalam perspektif Muhammadiyah telah tertuang dalam Tafsir At Tanwir Jilid 2 yaitu Ummatan Wasathan. “Muhammadiyah memiliki kesimpulan Ummatan Wasathan yaitu umat pilihan karena berada di tengah dan adil. Di tengah antara ekstrimisme kanan dan kiri. Adil selalu menempatkan nilai-nilai agama sebagai solusi. Pilihan adil dan tengah,” kata Nur Kholis.
Selain itu, tambah Nur Kholis, juga akan merespon tentang perubahan iklim yang dinilai lebih dahsyat dari pada pandemi Covid-19. Di Muhammadiyah, bagaimana Islam itu bisa menjadi saksi atas perjalanan sejarah. Maknanya Islam akan terus menjadi solusi bagi keadaan yang kurang positif, untuk memberikan tawaran-tawaran yang lebih positif. Namun Islam melihat jika ada sesuatu yang unggul di luar dirinya, maka Islam harus belajar untuk itu. Karena Islam sebagai saksi dari perjalanan sejarah.
“Kalau ada yang lebih harus dibantu, kalau ada keunggulan, kita harus belajar. Itu saksi atas perjalanan sejarah kemanusiaan. Islam juga harus menjadi saksi atas kebenaran ajaran kelak. Bahkan jangan sampai dianggap sebuah pengkhianatan ketika umat Islam sendiri tidak mengamalkan ajaran agama yang pilihan, adil dan tengah itu,” katanya.
Sementara Rusydi Umar mengatakan wasathiyah bukanlah pemikiran Islam yang berorientasi pada budaya negara tertentu, aliran tertentu, aliran pemikiran tertentu, jemaah tertentu, atau karena era tertentu. Tetapi moderasi Islam merupakan inti dari ajaran Islam yang pertama kali diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. “Ajaran sebelum tercemar kotoran pemikiran, bercampur dengan ajaran sesat, terpengaruh perbedaan pendapat, terpapar pandangan aliran Islam dan diwarnai oleh ideologi asing,” kata Rusydi.
PBB, tambah Rusydi, telah merilis beberapa isu global yang perlu menjadi perhatian. Di antaranya, perubahan iklim, krisis air, perdamaian dan keamanan, hak asasi manusia, hukum dan keadilan internasional, kesetaraan gender, Big Data untuk pembangunan berkelanjutan, dan sebagainya. Islam sebagai agama wasathiyah yang turun dengan janji sebagai agama yang selalu relevan dengan perkembangan situasi dan kondisi sepanjang masa, juga perlu menanggapi isu-isu global ini.
“Karena itu, para cendekiawan muslim harus merespon isu-isu global tersebut. Misalnya, dengan memikirkan kembali isu-isu teologis dan filosofis dalam Islam dengan disiplin ilmu modern dan kontemporer. IWOS menawarkan platform bagi para sarjana, peneliti, dan sarjana studi Islam untuk mengekspresikan ide-ide mereka,” tandas Rusydi. (*)