JAKARTA, MENARA62.COM – Tim dosen dan mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) berhasil melahirkan karya animasi berjudul Barley Manusia Ikan. Film pendek berdurasi 7 menit tersebut merupakan luaran dari Penelitian Hibah Matching Fund 2023 program Kedaireka Kemendikbudristek yang bertujuan mempromosikan wisata prioritas nasional Labuan Bajo.
Sreening film pendek animasi Barley Manusia Ikan tersebut digelar di CGV Cinema D’Mall, Depok pada Senin (11/12/2023). Hadir Direktur Industri Kreatif Musik, Film dan Animasi pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Dr. Mohammad Amin, M. Sn, MA, Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Dr. Tipri Rose Kartika, SE, MM, Direktur Polimedia periode 2018-2022 Dr. Purnomo Ananto, para Wakil Direktur, Ketua Program Studi Animasi Rina Watye, M.Ds, Ketua Tim Peneliti Matching Fund Nurul Akmalia, M.Med.Kom, dan Technical Animation Director, Antonius Edi Widiargo, M.Kom.
Selain itu juga hadir anggota tim Trifajar Yurmama, M.Kom, Dr Handika Dany Rahmayanti M.Si, Septia Ardiani, M.Si dan 10 orang mahasiswa.
Direktur Polimedia Dr. Tipri Rose Kartika dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada tim dosen dan mahasiswa atas keberhasilannya menciptakan film pendek animasi berjudul Barley Manusia Ikan. Ini adalah salah satu karya yang dibuat sebagai bagian dari program matching fund Kedaireka Kemendikbudristek.
“Ini pertama kalinya Prodi Animasi menggarap proyek matching fund Kedaireka. Kami berharap nantinya akan terus bermunculan karya-karya animasi semacam ini yang penggarapannya melibatkan mahasiswa dan juga mendapatkan dukungan pihak industri,” ujar Tipri Rose.
Ia mengaku cukup appreciate dengan karya animasi berjudul Barley Manusia Ikan. Apalagi dalam penggarapan film animasi tersebut melibatkan mahasiswa semester 3 dan 5, yang digarap dalam waktu hanya dua bulan.
Menurut Tipri Rose, ide membuat film animasi dengan mengeksplor potensi wisata daerah adalah hal baru yang nantinya menghasilkan luaran yang dapat dimanfaatkan oleh pihak industri untuk mempromosikan daerah wisata. Sebab pada era teknologi digital dimana hampir semua orang terhubung dengan internet, maka menggunakan animasi sebagai media promosi merupakan keputusan tepat.
“Animasi adalah sesuatu yang menarik untuk digunakan sebagai media promosi dan kita akan terus dorong mahasiswa menciptakan karya-karya animasi yang berkaitan dengan promosi wisata atau materi-materi lainnya,” tambah Tipri.
Senada juga disampaikan Muhammad Amin, Direktur Industri Kreatif Musik, Film dan Animasi Kemenparekraf. Menurutnya dengan film animasi, kegiatan promosi wisata menjadi jauh lebih menarik. “Promosi-promosi dengan cara konvensional sudah banyak dilakukan, maka menggunakan animasi merupakan cara yang baru dan ini kita harapkan jauh lebih efektif,” tambahnya.
Sebab melalui animasi, promosi wisata tidak sekadar meninjolkan rekaman obyek wisatanya dalam bentuk landcape maupun keindahan alamnya saja. Animasi bisa masuk lebih dalam lagi dengan mengeksplor destinasi wisata. Misalnya saja tentang legenda, budaya dan tradisi masyarakat setempat. “Danau Toba memiliki legenda ikan mas, Mandalika dengan legenda Putri Mandalika, dan lainnya. Legenda-legenda ini akan mudah digambarkan melalui animasi,” tambahnya.
Selain Labuan Bajo, masih ada 4 destinasi wisata unggulan yang bisa digarap oleh dosen dan mahasiswa Prodi Animasi Polimedia untuk dijadikan obyek film. “Kami berjanji akan memberikan dukungan penuh terhadap pembuatan film animasi yang berkaitan dengan daerah wisata,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Peneliti Matching Fund Nurul Akmalia, M.Med.Kom mengatakan film animasi Barley Manusia Ikan digarap dalam kurun waktu 2 bulan. Melibatkan tim dosen dan mahasiswa Prodi Animasi, pembuatan film ini didahului dengan studi lapangan ke Labuan Bajo.
Dalam kegiatan survei tersebut, tim berjumpa dengan seorang anak yang bernama Barley. Tim kemudian mempelajari aktivitas Barley sehari-hari mulai dari bangun tidur, bermain, sekolah hingga membantu orang tua mencari taripang dan ikan dengan cara menyelam.
“Jadi film ini berdasarkan karakter yang nyata. Barley dalam bahasa Bugis berarti ikan. Ia seperti halnya anak-anak Labuan Bajo lainnya bisa menyelam pada kedalaman 10 hingga 15 meter di laut tanpa alat bantu apapun. Di dasar laut, Barley bisa berjalan mengambil ikan, taripang dan lainnya,” lanjut Nurul.
Kemampuan untuk bisa menyelam, dan menahan nafas sekitar 10 hingga 15 menit di dalam air tersebut ternyata dikuasai hampir semua anak-anak Suku Bajo. “Kami memang tidak banyak menampilkan scane di dalam air, karena memang tidak mudah untuk membuat animasinya,” jelas Nurul.
Sementara itu, Antonius Edi Widiargo mengaku senang dapat melibatkan sekaligus membimbing mahasiswa Prodi Animasi dalam proses pembuatan film Barley Manusia Ikan. Film ini merupakan karya kolaborasi dosen dan mahasiswa yang dibuat dalam waktu yang sangat singkat untuk sebuah karya animasi yakni dua bulan.
“Meskipun waktunya singkat, ternyata anak-anak mahasiswa bisa melakukannya. Saya senang mendampingi mereka,” katanya.
Dengan terlibat langsung dalam pembuatan film animasi, menurut Widiargo, mahasiswa akan jauh lebih cepat belajar dan menguasai ketrampilan animasi. “Lebih kepada pembelajaran ekstra, fast learning,” katanya.
Ia berharap karya animasi mahasiswa tidak hanya berhenti sampai film Barley Manusia Laut. Masih ada banyak legenda-legenda, destinasi wisata maupun urban legend lain yang bisa dieksplor dalam karya animasi. “Semoga ke depan akan lebih banyak mahasiswa yang terlibat dalam proyek matching fund seperti ini,” tutupnya.
Dalam film Barley Manusia Ikan, tidak hanya dikisahkan tentang sosok Barley, anak Suku Bajo yang pandai menyelam ke dasar laut. Film tersebut juga mengajarkan tentang tradisi-tradisi yang dipegang masyarakat Suku Bajo yang tinggal di Pulau Messah, kawan wisata Labuan Bajo sejak zaman dahulu hingga kini. Misalnya saja adanya larangan tidak boleh makan daging penyu, tidak boleh membuang air cucian taripang, air cabai, air jahe, puntung rokok, abu bakar ke laut.
Kisah tentang Barley dan budaya Suku Bajo disampaikan dalam bentuk dialog antara Barley dengan seorang turis Belanda.