JAKARTA, MENARA62.COM — Anda sedang merindukan film Joker karya terbaru sutradara Hollywood Todd Philips? Tunggu saja penayangan tokoh ikonik Villian DC Comics ini — yang dikenal sebagai musuh bebuyutan Batman — secara serentak di jaringan bioskop internasional, termasuk Indonesia, mulai awal Oktober 2019.
Tapi, nanti dulu, ada yang perlu Anda tahu, sekligus memberikan empati dan solidaritas. Bagi keluarga korban penembakan “Tragedi Aurora”, Colorado, Amerika serikat, film Joker adalah momok traumatik, yang memutar rekaman kelam dalam kehidupan mereka.
Watak psikopat sosok Joker, bagi mereka, dikhawatirkan menjadi inspirasi yang menggugah bangkitnya kembali jiwa pembunuh masal berdarah dingin. Itulah yang menjangkiti pria bernama James Eagan Holmes (31 tahun) pada 20 Juli 2012.
Kala itu, Holmes bertindak sendirian. Ia masuk ke dalam bioskop Cinemark di Aurora saat pemutaran perdana tengah malam film The Dark Knight Rises. Dengan mengenakan pelindung kepala (helm) dan rompi anti-peluru, ia melepaskan granat taktis, lalu mengokang beberapa senjata api yang ditembakkan secara membabi buta ke arah penonton.
Aksi keji Holmes membuat 12 orang tewas dan tercatat sebagai pembunuhan masal terparah dalam sejarah modern AS. Sementara 58 lainnya luka-luka, termasuk tiga orang yang merupakan keluarga WNI, yakni Anggiat M Situmeang (ayah), Rita Paulina Situmeang (ibu), dan Prodeo Et Patria Situmeang (anak).
Dalam aksinya itu, Holmes tampil dengan rambut dicat hijau. Ia menyebut dirinya sebagai “Joker”!
Itulah, mengapa film Joker kini ditolak kehadirannya oleh masyarakat dan khususnya korban dan keluarga “Tragedi Aurora”. Meski, bagi mereka di luar wilayah Aurora, film tersebut menjadi salah satu tontonan yang cukup ditunggu-tunggu pada tahun ini.
Film Joker dibintangi Joaquin Phoenix. Ia memerankan tokoh utama sebagai Arthur Fleck alias si Joker. Sederet bintang Hollywood ikut menjadi daya tarik film ini, yaitu Robert De Niro, Zazie Beets, Frances Maron, dan Bill Camp.
Dan, siapa tak kenal Phoenix. Kemampuan aktingnya membuat dia meraih menerima Grammy Award, Golden Globe, dan tiga kali menjadi nominator Piala Oscar.
Sutradara Phillips sendiri, dapat kita kenali dari karya film-film sebelumnya, antara lain Ward Dogs (2016), The Hangover Part III (2013), The Hangover Part II (2011), dan The Hangover Part I (2009). Ia juga memproduseri film A Star Is Born (2018) dan kini memasuki jagad Villian DC Comics dengan debutnya mengangkat sosok Joker.
Mendapat Standing Ovation
Sebelum disuguhkan menjadi tontonan publik, Film Joker mendapat sambutan meriah, ditandai standing ovation selama delapan menit, usai penayangannya di ajang Venice Film Festival 2019, Italia, awal September lalu.
Film yang dilahirkan rumah produksi Warner Bross itu pun masuk pada ranking enam rekomendasi film favorit. Disusul, usai press screening di AS, sejumlah media internasional memberikan ulasan positif.
Seperti apa cerita film Joker itu? Ia diangkat dari kisah berlatar belakang kehidupan Kota Gotham pada 1980-an. Kota ini identik dengan sosok superhero komik Batman, yang juga sudah banyak difilmkan. Tapi, kali ini Phillips memfokuskan perhatian pada sosok Arthur Fleck, sosok aneh dan antagonis di kancah kehidupan Kota Godham.
Fleck adalah seorang stand-up comedian yang gagal total dalam kariernya. Kemudian ia jatuh miskin, stres, dan depresi.
Sakit mental yang melandanya, membuat Fleck menjelma menjadi sesosok badut jahat dan kejam di kota Gotham. Ia menampakkan proses perubahan Arthur Fleck menjadi Joker si badut berambut hijau yang sinting dan psikopat. Tindak-tanduknya yang menganut nihilisme, membahayakan jiwa orang lain.
Ulasan di Variety menyebutkan, film tersebut menampakkan proses manusia menjadi gila karena kecewa dengan dirinya sendiri. Ini yang mengkhawatirkan sejumlah orang bahwa film Joker dapat menginspirasi seseorang untuk melakukan kekerasan atau kejahatan lainnya.
Menyurati Warner Bros
Korban dan keluarga “Tragedi Aurora” pun tak ingin ada James Eagan Holmes ke-2 di jagad ini. Mereka menyurati Ann Sarnoff, CEO Warner Bros, meminta agar menggunakan kekuatannya di industri film untuk mengampanyekan anti-kekerasan menggunakan senjata api. Dan, mereka menambahkan satu hal yang tak mau kompromi: Jangan tayangkan film Joker di Aurora!
Warner Bross menjawabnya dengan mengucapkan rasa simpatik kepada mereka. “Perusahaan kami memiliki sejarah panjang dalam memberikan donasi kepada para korban kekerasan, termasuk Aurora,” katanya.
Sebelumnya, Todd Phillips dan Joaquin Phoenix sudah bicara soal kemungkinan terburuk dari film Joker. Phillips mengaskan, filmnya tidak memberikan pembelaan untuk karakter seperti Joker.
“Film ini adalah sebuah pernyataan akan kurangnya cinta, trauma masa kecil, dan kurangnya kasih sayang di dunia. Aku pikir, orang-orang paham akan pesannya,” ujar Phillip serti dikutip msn.com dari pada IGN.
Sekarang tinggal bagaimana keputusan Anda dalam menyikapi kehadiran film Joker kelak. Masihkan merindukannya sebagai tontonan yang mengasyikan, atau mau bersikap empatik dan solidaritas terhadap korban dan keluarga “Tragedi Aurora” yang traumatik dengan sosok Joker?
Yang jelas, ketika karakter psikopat Joker menjelma dalam diri seseorang, di mana pun, siapa saja bisa jadi korbannya! Dan, para insan film Joker hanya akan cuci tangan.
“Aku tidak berpikir itu tanggung jawab pembuat film untuk mengajarkan moralitas penonton, atau perbedaan antara yang benar dan yang salah,” ucap pemeran Joker, Phoenix. Nah, renungkanlah!