JAKARTA — Kesehatan mental yang dialami oleh generasi Z menghadapi berbagai tantangan, termasuk tekanan dari lingkungan sosial dalam kehidupan nyata maupun di media sosial. Menyikapi permasalahan ini, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (FKIP Uhamka) mengadakan pelatihan kesehatan mental untuk Gen-Z.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin, 12 Agustus 2024, di SMA Muhammadiyah 4 Cawang, Jakarta Timur, dengan peserta siswa-siswi kelas XI. Pelatihan ini mengusung tema “Pahami Diri, Wujudkan Mimpi: Mental Health untuk Gen-Z,” dan diselenggarakan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
Dalam sambutannya, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 4, Riyanta, memberikan dorongan kepada para siswa-siswi untuk menghadapi perkembangan zaman. “Kemudahan yang ada bukan berarti kita bisa bersantai-santai dalam meraih masa depan,” ujarnya.
Salah satu narasumber, Rizkia Suciati, dosen Pendidikan Biologi FKIP Uhamka, membahas keterkaitan antara kesehatan mental dan biologi. “Otak sebagai pusat pengendali emosi sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental generasi Z,” ujar doktor lulusan Universitas Negeri Malang ini.
Pada sesi tersebut, Rizkia juga menjelaskan bahwa gizi dan asupan yang masuk ke dalam tubuh dapat mempengaruhi kesehatan mental. Jika nutrisi tidak terpenuhi, hal ini dapat menyebabkan tubuh lemas dan kurang semangat.
Selain itu, menjaga pola tidur juga penting untuk perbaikan sel dan regenerasi otak. Ia juga menekankan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental, karena perkembangan teknologi saat ini menjadi tantangan bagi generasi Z dalam mengatur waktu penggunaan gadget. Kesimpulan dari paparan Rizkia adalah bahwa kesehatan mental dan fisik sangat berkaitan erat, dan pola makan serta pola hidup yang sehat akan mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Narasumber lainnya, Eka Heriyani, dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Uhamka, memberikan perspektif bimbingan dan konseling terhadap kesehatan mental generasi Z. Ia memulai dengan bertanya, “Seberapa kenal dan pahamkah kalian dengan diri kalian sendiri?” Siswa-siswi menjawab dengan berbagai macam jawaban, ada yang sudah merasa mengenal diri mereka, dan ada yang belum. Eka kemudian menjelaskan tentang kecemasan, stres, dan depresi.
Menurut Eka, kecemasan, stres, dan depresi sering kali bermula dari ketidaksesuaian antara harapan dan realita. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti menghadapi masalah yang bisa menimbulkan kecemasan dan stres. Jika stres tidak diatasi, dapat berkembang menjadi depresi yang juga mempengaruhi kondisi fisik, yang dikenal sebagai psikosomatis. Ia menekankan bahwa stres adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari, tetapi penting untuk menyadarinya dan belajar mengatasinya. Eka juga memberikan tanda-tanda bahwa kesehatan mental yang buruk dapat mempengaruhi seseorang dalam hidupnya.
Pemahaman tentang peran penting guru bimbingan dan konseling di sekolah juga disampaikan sebagai salah satu solusi bagi generasi Z dalam menyelesaikan masalah atau berbagi cerita. Guru bimbingan dan konseling memiliki berbagai asas, salah satunya adalah asas kerahasiaan, yang memberikan ruang aman dan nyaman bagi siapa pun yang ingin berkonsultasi. Selain itu, usaha dari diri sendiri untuk memberikan afirmasi dan mindset positif adalah proses penting dalam hidup untuk mencapai perubahan yang positif. Eka menutup paparannya dengan kesimpulan bahwa kesehatan mental adalah kondisi di mana seseorang merasa baik-baik saja secara emosional, psikologis, dan sosial. Ia menganalogikan kesehatan mental seperti baterai; ketika perasaan dan pikiran merasa tidak enak, itu adalah tanda bahwa baterai perlu diisi ulang.
Pelatihan yang disampaikan dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami oleh siswa-siswi ini berhasil menarik perhatian generasi Z. “Pendekatan dengan penggunaan bahasa sehari-hari membuat kami mudah paham dan berani mengajukan pertanyaan,” kata salah satu peserta.