Oleh : Hendro Susilo *)
SOLO, MENARA62.COM – Menarik perhatian saya ketika di SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta dalam mengisi masa liburan mengadakan diskusi terkait pengembangan SDM di sebuah sekolah. Diskusi yang diikuti seluruh pendidik dan tenaga kependidikan ini dirancang untuk membangun mindset atau cara berpikir dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Diskusi ini difasilitasi sekaligus dimoderatori oleh LPMP Kottabarat.
Mengawali diskusi, fasilitator mengangkat spirit KH Ahmad Dahlan dalam membina dan membangun SDM masyarakat di masanya. Tantangan berat yang dihadapi dan ikhtiar Ahmad Dahlan dalam membangun SDM umat perlu direfleksikan dan dikontekstualisasikan di masa sekarang. Kondisi umat yang terbelenggu dalam penjajahan, sehingga menyebabkan karakteristik masyarakat yang fatalistik dan pasrah sehingga menyebabkan masyarakat lari ke arah mistik (supranatural) dan benci terhadap semua hal yang “berbau” penajajah menjadi kondisi (Setting) sosial keagamaan masyarakat waktu itu.
Melihat kondisi di atas, Ahmad Dahlan berfikir solusi bahwa kunci untuk mengubah keadaan umat tersebut melalui ilmu pengetahuan. Dengan ilmu dan pendidikan, maka masyarakat terbebas dari kebodohan dan akan memiliki pola pikir yang maju untuk mengubah suatu keadaan. Dengan kesabaran, ketekunan dan wawasan luas yang dimiliki Ahmad Dahlan, secara berangsur murid Ahmad Dahlan dan masyarakat pada umumnya memiliki cara pandang yang maju dalam bidang-bidang kehidupan.
Inspirasi dan metodologi yang dikembangkan Ahmad Dahlan dalam mengelola sumber daya manusia menarik untuk dikembangkan dalam konteks saat ini. Bahwa sekolah-sekolah Muhammadiyah memiliki sumber-sumber daya yang potensial untuk maju dan berkontribusi mengembangkan amal usaha persyarikatan Muhammadiyah. Untuk itu, sekolah perlu menyusun langkah-langkah strategis dalam pengembangan sumber daya yang dimiliki agar optimal.
Sekolah yang bergerak di bidang pendidikan dan pengelolaan SDM, menjadikan guru dan siswa merupakan subjek sekaligus objek dari sasaran pendidikan. Manusia sebagai subjek berarti diri sendiri ini mengkaji dirinya sendiri, dan manusia sebagai objek apabila manusia tersebut menjadi objek yang ada. Dalam diskusi tersebut, dibahas juga terkait humanity (kemanusiaan) yang notabene sesungguhnya dalam persyarikatan, kader Muhammadiyah adalah sebagai kader kemanusiaan yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai perikemanusiaan agar kehidupan berkembang kearah peradaban yang manusiawi. Di mana dalam pendidikan berbasis humanity, ditekankan kepada warga sekolah untuk memiliki simpati/empati, memiliki rasa malu, memiliki kerendahan hati, dan memiliki kemampuan memilih benar/salah sebagai pondasi kehidupan yang menjunjung rasa kemanusiaan.
Berbicara tentang sumber daya, secara konseptual sumber daya merupakan kemampuan untuk memenuhi/menangani sesuatu, atau kemampuan pemikiran seseorang dalam sebuah organisasi. Dalam konteks sekolah, kemampuan menangani bidang-bidang dalam manajemen pendidikan dan produksi ide kreatifitas dalam mengembangkan sebuah sistem pelayanan pendidikan perlu dilakukan sekolah. SDM ini menjadi faktor penting dan utama dalam pengelolaan sekolah dan menjadi inti penggerak dalam sebuah lembaga/organisasi sekolah.
Peran SDM di sekolah harus dipandang sebagai investasi, artinya memiliki proyeksi untuk masa depan. Peran sebagai investasi ini akan terwujud dalam terbangunnya sebuah sistem yang baik dan berkelanjutan dalam sebuah pelayanan pendidikan di sekolah. Hal ini harus diperhatikan oleh para pengelola sekolah. Perhatian terhadap pengembangan kualitas SDM ini sebagai langkah membangun investasi pengembangan sebuah lembaga dimana setiap zamannya tentu mengalami perubahan dan tantangan yang berbeda-beda.
Hal lain yang penting sekali diwujudkan dalam SDM di sekolah adalah terwujudnya sense of belonging (rasa memiliki). Rasa memiliki yang dimaksud adalah rasa ikut serta berkontribusi dan bertanggungjawab dalam kepentingan operasional perwujudan visi, misi, dan tujuan sekolah. Membangun sense of belonging ini bisa diwujudkan dengan penguatan komitmen(integritas), respect (menghormati), kesadaran (pemahaman dan pengetahuan seseorang tentang dirinya), dan posesif (rasa takut kehilangan). Keempat hal tersebut yang akan membangun sense of belonging di organisasi.
Adapun terkait strategi membangun sense of belonging ini adalah dengan penguatan kultur di sekolah seperti membangun saling percaya (kepercayaan), menetapkan tujuan tim secara bersama, memupuk ikatan sosial antar warga sekolah, diskusi secara terbuka, memberikan apresiasi terhadap sebuah prestasi, dan melakukan evaluasi secara rutin. Dengan strategi dan langkah-langkah ini, InshaAllah sekolah membangun strategi pengembangan SDM di lembaga dengan orientasi maju dan unggul.Demikian hal-hal yang bisa saya tangkap dari kegiatan diskusi pengembangan SDM di SMA Muhammadiyah program Khusus Kottabarat Surakarta.
*)Guru SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta