Setelah ayahku, Muhammad Dollar Siagian, mantan guru Fisika SMP Negeri 1 Sipirok akhir tahun 1980-an, guru lain yang paling mudah dicerna saat mengajar adalah Bapak Ismed Siregar. Pak Ismed ini mengajarkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Jika beliau yang akan masuk mengajar, hampir tidak ada satu pun siswa yang menggerutu. Apalagi cari-cari alasan untuk bolos atau langkah nekat lainnya. Semua ikut masuk ke dalam kelas. Mereka mnikmati materi pelajaran yang diberikan oleh guru senior yang murah senyum ini.
Dugaan saya waktu itu, usianya sudah lima puluh tahunan. Setiap dia mengajar, selalu menerangkan materi dengan lembut. Ia tak pernah marah ataupun menghukum siswanya. Jika ada siswa yang nakal, maka dia panggil dengan baik. Siswa itu diberi nasihat dengan penuh bijaksana.
Saya termasuk siswa yang dekat dengan beliau. Sebab setiap memberi kuis, saya selalu berlomba dengan teman-teman menjawabnya. Ada Nasruddin Koto, Elfina Sari Siregar, Faridah Ariyani Marpaung, Victor Hutabarat, Ikhwan Muharram Hutasuhut, Indra Samson Pohan, dan lain-lain. Di antara soal yang ditanya adalah nama-nama negara, bendera, ibu kota negara, transmigrasi, dan seterusnya. Hingga beliau hapal nama saya.
Boleh dikatakan, semua siswa mengidolakan pak Ismed. Beliau mengajar dengan cara yang tidak lazim. Beliau menggunakan pendekatan hati dalam mengajar. Itulah yang menyebabkan kami sangat menyenanginya.
Ketika itu, sekitar 31 tahun lalu, pak Ismed termasuk orang yang beruntung. Ia ke sekolah selalu naik sepeda motor butut tua. Kadang saya lihat putrinya membonceng tanpa helm. Mereka berangkat dari Desa Paran Padang ke sekolah kami dengan jarak sekitar dua kilo meter. Saat itu, tak banyak guru yang memakai sepeda motor ke sekolah. Jumlah guru yang menggunakan sepeda motor bsa dihitung dengan jari tangan sebelah.
Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Hari ini, saya mendapat kabar melalui media sosial bahwa beliau telah meninggal dunia. Mendahului kita menghadap keharibaan Yang Maha Kuasa. Semoga mendapat tempat yang paling mulia di sisi Allah SWT dan kepada keluarga yang ditinggalkan, diberikan kesabaran dan keikhlasan hati. Khususnya kepada Saudaraku, Pinta Adelina Siregar, putri beliau yang juga seangkatan dengan saya saat bersekolah di SMP Negeri 1 Sipirok.
Saya merasa menyesal hari ini. Saya tak pernah lagi ingat kepada almarhum. Sampai beredar ucapan duka cita di media sosial bahwa beliau telah meninggal dunia.
Pulang Kampung
Sebenarnya tahun 2011 yang lalu, sekitar delapan tahun lalu, saya sudah berusaha menemui beliau. Saya datang ke Sipirok dari Malaysia, ketika ayahku meninggal dunia. Ketika saya datang ke rumahnya, beliau tidak ada di rumah. Katanya lagi ke Kota Padang Sidempuan sedang berobat.
Beberapa tahun kemudian, kalau tidak salah tahun 2017 saya juga pernah ke rumah beliau. Saya bersama dengan nyonyaku. Kami sngaja datang bersilaturahmi dengan Pak Guru.
Ketika tiba, saya disambut dengan hangat. Saya peluk beliau dengan erat, bagaikan aku peluk almarhum ayahku. Saya tahu keduanya adalah teman akrab. Sama-sama mengajar di SMP. Dua guru yang hampir punya prinsip dan komitmen yang sama dalam dunia pendidikan. Sayang sekali saya tak menyimpan foto arsipnya.
Insya Allah para guru kita yang telah mendahului kita, menerima segala amal jariyahnya. Mendapat tempat yang paling mulia bersama hamba-hamba-Nya yang saleh. Amiin ya Rabbal alamin.
Penulis: Haidir Fitra Siagian, Keiraveille, New South Wales, Australia, Kamis (29/8/2019)