28.9 C
Jakarta

Hadapi Situasi Abnormal, 80 Persen Korban Bencana Alami Gangguan Jiwa

Baca Juga:

JAKARTA –Sekitar 80 persen korban bencana alam akan mengalami gangguan jiwa seperti stres, tak bisa mengendalikan emosi dan sedih. Situasi abnormal yang terjadi dihadapannya, membuat mereka berperilaku tidak normal.

 

“Menjarah, berebut makanan adalah situasi wajar yang muncul secara tiba-tiba saat orang menghadapi situasi abnormal,” kata Dr. Eka Viora selaku ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI).

Kemarahan tersebut akibat rasa frustasi bercampur sedih, bingung dan emosi yang beraduk. Mengapa ia harus menghadapi kenyataan seperti ini, hilang harta, hilang keluarga dan hilang semuanya.

Karena itu untuk mengatasinya, perlu diterjunkan tim psikolog sosial dan psikolog bencana. Tim ini nantinya yang bertugas melakukan pendekatan untuk mengatasi trauma yang diakibatkan oleh bencana.

Menurutnya trauma bencana tidak hanya dialami oleh anak-anak dan lansia. Remaja juga mengalami gangguan yang tidak kalah memprihatinkannya. Hanya saja, acapkali tim psikolog sosial dan psikolog bencana yang diterjunkan, lebih fokus pada penanganan anak-anak dan lansia.

Kemenkes diakui telah mengirimkan tim piskolog sosial dan psikolog bencana ke wilayah Lombok. Tim tersebut masih terus bekerja untuk mengurangi trauma yang dialami warga Lombok.

“Tim belum kami tarik, kini Palu dan Donggala menghadapi situasi serupa, bahkan lebih parah karena adanya tsunami,” lanjut Eka Viora.

Tim psikolog sosial dan psikolog bencana yang dikirimkan ke Sulteng lanjutnya sebagian adalah relawan yang memang sudah terbiasa bekerja menangani kasus-kasus bencana. Mereka akan diberangkatkan melalui beberapa fase dan tahapan dengan masa tugas yang sudah diatur oleh pemerintah.

Untuk menentukan apakah gangguan jiwa terhadap korban bencana bersifat menetap atau tidak, hanya bisa dilakukan setelah 6 bulan dilakukan terapi trauma. Diperkirakan 10 sampai 15 persen korban bencana akan mengalami gangguan jiwa yang menetap. Sedang lainnya, secara perlahan bisa keluar dari situasi yang membuat mereka stres dan frustasi, bisa menerima kenyataan yang terjadi didepan matanya.

Saat ini lanjut Eka Viora, selain dukungan psikolog, penting sekali adalah dukungan medis dan logistik. Memastikan korban bencana di Sulteng mendapatkan penanganan medis dan tercukupi kebutuhan dasarnya seperti makan, minum, pakaian dan tempat bernaung akan membantu meringankan beban psikologisnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!