JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Perindustrian terus mendorong kebijakan hilirisasi industri berbasis agro, sehingga dapat memacu nilai tambah bahan baku dalam negeri. Langkah strategis ini juga membawa dampak positif terhadap peningkatan investasi, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja sehingga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pendalaman struktur industri manufaktur di Indonesia juga diakselerasi melalui kebijakan hilirisasi berbasis sektor primer. Hal ini sejalan tekad Kemenperin dalam mewujudkan pembangunan industri nasional yang mandiri, berdaulat, maju, berkeadilan dan inklusif,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (28/8).
Plt. Dirjen Industri Agro menegaskan, dengan sumber daya alam yang berlimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara eksportir berbagai produk berbasis agro. “Saat ini kita menuju transformasi ekonomi dari sumber daya alam menjadi industri bernilai tambah tinggi. Jadi, diharapkan Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor bahan mentah, tetapi produk jadi atau barang setengah jadi,” paparnya.
Putu menyebutkan, hilirisasi berbasis agro yang mulai prospektif saat ini, yaitu industri pengolahan porang. “Kami memproyeksikan porang bisa menjadi salah satu komoditas pertanian unggulan baik di dalam maupun luar negeri. Peluang ini datang karena sebagian masyarakat telah beralih ke pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan yang lebih sehat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, produk olahan porang mulai banyak diminati karena rendah kalori, karbon, dan kadar gula. “Saya meyakini produk olahan porang ini akan menjadi pilihan makanan sehat ke depannya. Bahkan, ini juga bisa menjadi pengganti beras yang lebih sehat karena kadar gulanya sangat rendah,” imbuhnya.
Menurut Putu, pengembangan industri pengolahan porang patut menjadi prioritas karena didukung dengan ketersediaan bahan baku di dalam negeri dan memiliki segmen cukup besar di pasar domestik. Oleh karena itu, diperlukan upaya harmonisasi dari sektor hulu hingga hilirnya, termasuk untuk menjaga keberlangsungan produktivitas porang dengan kualitas yang sesuai standar kebutuhan industrinya.
“Kami akan fokus untuk peningkatan hilirisasinya, mulai dari chip porang sampai pada berbagai produk turunannya seperti tepung dan beras yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam pengembangan ini, kami akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, dan melakukan pembinaan terhadap industrinya agar bisa produktif dan kompetitif,” terangnya.
Putu menambahkan, pihaknya telah melakukan diskusi langsung dengan pelaku industri pengolahan porang, yakni PT. Asia Prima Konjac di Madiun dan PT. Ambico beralamat di Pasuruan, Jawa Timur. Hal ini guna mendapat masukan terkait kebutuhan atau kendala yang dihadapi para pelaku industri tersebut sehingga dapat merumuskan kebijakan yang tepat ke depannya.
“Kemarin, kami melakukan kunjungan kerja di kedua pabrik itu untuk pendalaman, terutama terkait teknologi dan inovasi yang perlu dikembangkan. Sebab, ini akan menjadi keunggulan produk kita dalam bersaing di kancah internasional,” tandasnya.
Direktur PT. Asia Prima Konjac Revie Christianto menyampaikan, pihaknya memproduksi chip porang dan tepung porang dengan total kapasitas penggunaan bahan baku porang sebanyak 80 ton per hari. Jumlah tenaga kerja di PT. Asia Prima Konjac sebanyak 150 orang. Asia Prima Konjac telah mengekspor produk chip porang sebanyak 2.500 ton ke China pada tahun 2020. Selain itu juga memiliki lahan porang seluas 3,5 hektare yang berada dalam kawasan perusahaan. “Kami sedang melakukan ekspansi untuk meningkatkan kapasitas produksi, dari 80 ton per hari akan menjadi 180 ton per hari pada tahun 2022 untuk memproduksi beras porang dan tepung porang. Jadi, nanti ada tambahan dua lini dengan masing-masing kapasitas 50 ton per hari,” ungkap Revie.
Ia mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi kepada Kemenperin yang mendukung penuh pengembangan industri pengolahan porang di tanah air. “Kami berharap ada beberapa kebijakan yang dapat dijalankan, misalnya terkait jaminan ketersediaan bahan baku dengan harga dan kualitas yang stabil, serta adanya kerja sama atau kemitraan dengan petani porang untuk menjamin bahan baku,” ungkapnya.
Selain itu, dibutuhkan penyusunan standar produk olahan porang dan penerbitan regulasi yang dapat mendukung pengembangan industri pemurnian glukomanan, serta akses teknologi yang efektif dan efisien untuk pemurnian glukomanan. “Kami selaku investor dalam negeri, ingin serius mengembangkan bisnis ini. Kami berharap sektor ini menjadi prioritas dan mendapat dukungan dari pemerintah,” ujarnya.
Di lokasi terpisah, Direktur PT. Ambico Johan Soedjatmiko Ishii mengemukakan, peningkatan daya saing industri pengolahan porang harus sejalan dengan peningkatan kualitas bahan bakunya. “Oleh karena itu, diperlukan riset dan inovasi. Kami percaya Indonesia bisa menjadi pemain utama di kancah global,” ujarnya.
Ambico merupakan salah satu industri pengolahan hilir tepung glukomanan menjadi konyaku, beras shirataki dan mi shirataki. Perusahaan sudah memproduksi tepung porang dan tepung glukomanan dengan kemurnian glukomanan mencapai 91%.
Selain mengekspor tepung glukomanan, PT. Ambico juga telah mengapalkan chip porang, shirataki dan konyaku. Negara tujuan ekspornya antara lain ke Amerika Serikat, Kanada, Perancis, China, Jepang, dan Korea Selatan. Konyaku dan shirataki yang diproduksi PT. Ambico memiliki banyak potensi manfaat bagi kesehatan seperti membantu menurunkan berat badan, menurunkan kolesterol, menormalkan kadar glukosa darah, menurunkan tekanan darah, serta sebagai antitoksin.