28.8 C
Jakarta

Indonesia Membutuhkan Banyak Ahli Komunikasi Pembangunan

Baca Juga:

MALANG, MENARA62.COM – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Rinekso Kartono mengemukakan saat ini Indonesia membutuhkan ahli-ahli komunikasi pembangunan yang andal di berbagai lini, khusunya lembaga pemerintah.

“Ahli komunikasi pembangunan di Tanah Air sekarang ini hampir tidak ada, sehingga banyak lembaga yang tidak tahu akan dibawa kemana, terutama lembaga yang dulu sangat dikenal, yakni Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dulu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),” kata Rinekso di Malang, Jawa Timur, seperti dikutip dari Antara, Kamis (22/11).

Padahal, lanjut Rineksi, ada masalah besar yang dihadapi Indonesia saat ini, yakni stunting. Anak-anak sekarang tidak bisa berkembang bukan karena kurang gizi akibat kemiskinan, tetapi karena teknologi yang luar biasa. Karena tidak bisa lepas dari game-game yang ada di handphone, mereka lupa makan, bahkan lupa segalanya.

Kondisi ini, kata Rinekso, yang harus dipahami dan atasi. “Di sinilah peran para ahli komunikasi pembangunan, mereka harus mampu memetakan isu-isu penting dalam komunikasi pembangunan sekaligus merencanakan program dan kebijakan lembaga ke depan,” ucapnya.

Masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia, lanjut Rinekso, bukan hanya masalah stunting, tetapi juga di bidang pertanian yang belum mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Kondisi itu disebabkan tidak ditopang dengan keberadaan ahli-ahli komunikasi pembangunan.

“Ke depan, harapan kami akan lahir ahli-ali komunikasi pembangunan yang andal agar lembaga-lembaga pemerintah bisa memetakan apa saja yang harus ditangani dengan program dan kebijakan yang mampu meminimalisasi segala permasalahan yang muncul,” paparnya.

Sementara itu, Staf Khusus Bidang Komunikasi Kemendikbud, Nasrulllah MSi mengakui sampai saat ini masih ada daerah yang merespons negatif setiap kebijakan dari pusat karena adanya miskomunikasi.

“Miskomunikasi ini terjadi karena belum maksimalnya komunikasi publik di daerah,” kata Nasrullah.

Mantan Kahumas UMM itu mencontohkan Kemendikbud memiliki banyak kebijakan strategis, namun respons di daerah beragam. Tidak sedikit yang merespons negatif karena minimnya komunikasi publik di lembaga bersangkutan.

Contoh terkini adalah zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), pendidikan karakter yang sedang digencarkan, “fullday school”, dan lainnya.

“Fullday school heboh, zonasi PPDB heboh (gaduh) karena miskomunikasi di daerah, padahal faktanya tidak seperti yang digaduhkan,” tuturnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!