JAKARTA, MENARA62.COM–Pemerintah Indonesia dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 di Baden-Baden, Jerman pada 17-18 Maret 2017 menegaskan pentingnya komitmen perpajakan internasional guna mengatasi penghindaran pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Ahad (23/3/2017) menyebutkan, kerja sama pertukaran informasi sangat penting bagi tercapainya aturan dan implementasi perpajakan yang adil antar negara.
Seperti diberitakan antaranews.com, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, kerja sama itu patut dilakukan agar tidak ada lagi tempat aman untuk para penghindar pajak di seluruh dunia. Sri Mulayani menghadiri pertemuan selama dua hari tersebut bersama Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.
Menkeu juga mengingatkan, kewajiban pajak atas perusahaan-perusahaan ekonomi digital yang adil dan bagian terbesarnya harus dinikmati oleh negara yang menjadi lokasi kegiatan transaksi, bukan tempat perusahaan tersebut terdaftar.
Selain itu, Menkeu menyatakan bahwa Indonesia sebagai anggota G20 siap berpartisipasi dalam implementasi pertukaran informasi perpajakan otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI) dan pelaksanaan prinsip penghindaran Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) secara menyeluruh dan efektif.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 secara bulat menyepakati agar program AEOI dan BEPS sepenuhnya diimplementasi mulai bulan September 2017 dan selambat-lambatnya pada bulan September 2018.
Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menyampaikan pengalaman Indonesia dalam melaksanakan program amnesti pajak, yang menghasilkan besarnya deklarasi aset dengan repatriasi modal masih sangat terbatas.
Indonesia memandang G20 harus bekerja sama untuk mewujudkan program perpajakan internasional yang kuat dan transparan, dengan tetap memperhatikan keadilan dan kesiapan seluruh negara yang ingin ikut berpartisipasi.
Dalam hal ini, jangan sampai terjadi negara yang ingin bergabung dalam program AEOI dan BEPS ini kemudian menjadi korban dari program itu sendiri akibat ketidakmampuan dan keterbatasan negara tersebut dalam menyiapkan diri.
Indonesia berharap dengan implementasi program kerja sama tersebut, tidak ada lagi lubang atau celah bagi praktek penghindaran pajak internasional serta tidak ada lagi negara yang menggunakan perbedaan sistem pajak untuk melakukan inovasi instrumen keuangan yang bertolak belakang dengan semangat BEPS dan AEOI.
Selain itu, Indonesia juga menyatakan perlunya kerja sama perpajakan yang lebih erat antar negara mitra dagang demi mencegah kebocoran perpajakan yang timbul akibat aliran uang melalui perdagangan internasional.
Menkeu juga menyampaikan keinginan Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF) dan meminta dukungan penuh dari negara-negara anggota G20. Keberadaan Indonesia sebagai anggota FATF akan memberikan kontribusi besar kepada dunia dalam pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme, mengingat Indonesia merupakan negara strategis dengan sistem keuangan yang terbuka.
Manfaat terhadap domestik juga sangat besar di mana Indonesia dapat mempersiapkan regulasi terkait pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme sejalan dengan standar internasional, dan secara aktif berperan dalam membangun standar global terkait hal tersebut.
Dalam pertemuan ini, Indonesia bersama Brasil juga menyampaikan pengalaman dalam melaksanakan reformasi subsidi BBM, yang dinilai oleh komunitas global sebagai usaha yang positif.
Menkeu juga melakukan beberapa pertemuan bilateral dengan negara G20 lainnya seperti Perancis, Australia, China dan Kanada serta Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) untuk meminta dukungan terkait implementasi AEOI dan keanggotaan di FATF.