JAKARTA, MENARA62.COM– Masih adanya kelompok masyarakat yang belum bisa menerima produk asuransi dengan alasan agama, membuat pertumbuhan industri asuransi syariah tertinggal dibanding industri asuransi konvensional. Tetapi dengan makin banyaknya referensi yang didapat masyarakat, penerimaan terhadap asuransi syariah dalam beberapa tahun terakhir ini semakin membaik.
Fakta tersebut mendorong industri asuransi syariah di Tanah Air mengalami pertumbuhan yang cukup baik dalam lima tahun terakhir ini.
Berdasarkan riset Sharia Consumer Survey 2016 yang dilakukan oleh Nielsen menunjukkan bahwa 47 persen responden ingin membeli produk asuransi konvensional. Dan hanya 40 persen saja yang menginginkan asuransi syariah. Survey tersebut dilakukan di 10 kota besar dengan 4000 responden.
“Tahun 2017 industri asuransi syariah tumbuh dengan kuat. Asuransi Syariah di Asia Pacific, Equity fundnya mencapai 26,6 %, Indonesia terbaik dalam pertumbuhannya,” ujar Nini Sumohandoyo, Director Corporate Communication & Sharia Prudential dalam diskusi “Syariah Untuk Semua” , Rabu (07/03/2018)
Dengan pertumbuhan ekonomi yang ada, masih ada peluang bagi industri asuransi syariah untuk mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Di antaranya menyasar segmen market yang tidak terlalu dijejali oleh para pemain konvensional.
Pakar ekonomi Syariah, Muhamad Syakir Sula dalam kesempatan yang sama menyampaikan, kinerja asuransi jiwa syariah diyakini akan semakin berkembang pada 2018 dan menjadi pilihan proteksi dan investasi masyarakat.
“Industri Syariah dalam lima tahun belakang ini terus tumbuh. Bukan hanya industri fashion syariah, makanan halal tapi juga perbankan dan asuransi. Perlahan industri syariah menjadi life style,” ujarnya.
Syakir Sula juga menambahkan, kendala utama industri asuransi syariah adalah permodalan dan sumber daya manusianya. Namun saat ini dukungan pemerintah terhadap industri syariah cukup besar. Salah satu buktinya adalah dengan lahirnya Komite Nasional Keuangan Syariah ( KNKS) yang diketuai langsung oleh Presiden.
“Dengan dukungan dari pemerintah saya yakin industri ini akan tumbuh. Ini peluang besar untuk asuransi Syariah, ” ujar Syakir Sula.
Syakir Sula menyampaikan saat ini Prudential menjadi salah satu top brand dalam industri asuransi syariah di Indonesia, jauh meningkat dibanding perintis industri syariah lainnya
“Beberapa tahun lalu, asuransi syariah belum diminati, penetrasi rendah. Tapi begitu prudential masuk dalam industri asuransi syariah ini pertumbuhannya signifikan sampai 100 persen lebih,” ujarnya.
Walau begitu menurut, Syakir Sula pertumbuhan asuransi syariah masih belum menyamai asuransi konvensional. Salah satu kendala asuransi syariah adalah adanya anggapan bahwa asuransi itu haram.
“Konsep asuransi syariah adalah bisnis, tolong menolong dan berbagi kebaikan. Banyak fatwa ulama terdahulu yang bisa menjadi referensi membolehkan asuransi syariah. Malaysia termasuk negara yang pertumbuhan asuransi syariahnya bisa kita contoh,” lanjut Syakir sula.
Syakir menjelaskan, perlu ada sinergi antara industri dan stakeholders dalam meningkatkan sosialisasi mengenai prospek bisnis industri asuransi jiwa syariah di Indonesia. Kerja sama antara pelaku industri dan regulator secara berkala dalam mensosialisasikan produk asuransi syariah akan menciptakan sinergitas dan peluang besar di industri ini untuk berkembang. Para pelaku industri juga lebih dituntut untuk meningkatkan inovasi produk asuransi jiwa syariah dengan jalur distribusi alternatif yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut dia masyarakat juga perlu menyadari bahwa produk asuransi syariah terbukti bertahan dalam melewati gejolak pasar yang cukup dinamis.
“Selama ini, produk asuransi jiwa syariah juga tetap memberikan return yang tinggi di tengah perlambatan ekonomi,” tutup Syakir
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai akhir tahun 2017 aset dari industri perasuransian syariah mencapai Rp 40,52 triliun. Jumlah ini mengalami kenaikan 21,9% dari posisi pada akhir tahun sebelumnya yang sebesar Rp 33,24 triliun.