JAKARTA, MENARA62.COM – Gerakan 7-Kebiasaan Anak Indonesia Hebat telah digulirkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dr. Abdul Mu’ti Desember lalu.
Gerakan ini menurutnya dalam mendukung program wajib belajar 13 tahun, perlu membangun anak-anak muda yang kuat dalam religiusitas dan spiritualitas, sehingga senantiasa mampu menghadapi tantangan di masa depan yang tidak semakin ringan, terutama kaitannya dengan persoalan dekadensi moral.
Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat itu ialah bangun pagi, beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan makanan sehat dan bergizi, bermasyarakat, dan istirahat cukup dengan tidur cepat.
Sahabat Anak, Prof. Dr. Seto Mulyadi, yang akrab dipanggil Kak Seto, menilai tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat itu sangat penting. Selain menjadi kebiasaan sehari-hari, ia juga menerapkan di sekolah-sekolah rumahan yang diasuhnya.
Selain menginisiasi berdirinya Komisi Nasional Perlindungan Anak dan terpilih sebagai ketua pertama pada tahun 1998, Seto Mulyadi juga pernah sebagai anggota Badan Standar Nasional Pendidikan periode pertama 2005-2009, ia berharap gerakan ini bisa bersinergi antara perlindungan anak dan pendidikan.
Menurut pengamatannya kekerasan anak tanpa sadar banyak terjadi di sekolah-sekolah mengatasnamakan pendidikan. Sebagai contoh kasus di Lebak Bulus anak membunuh bapaknya dan neneknya. Itu akibat penekanan pelajaran pada iptek, serba kognitif mengabaikan etika dan estetika membuat anak-anak tertekan. Etika soal ahklak mulia, sedang estetika soal keindahan cara berkomunikasi. Berikut petikan wawancaranya.
Ada yang menganggap generasi sekarang ini generasi strawberry, kurang tahan banting menghadapi tantangan dan tekanan, apa pendapat Anda?
Ya, yang sering dilupakan kalau kita perhatikan isi pendidikan kita yang pertama itu bukan iptek, justru nomor satu oleh kementerian pendidikan adalah etika, yang kedua estetika, yang ketiga baru iptek. keempat ada unsur kreativitas, ada unsur senang bersahabat dan lain sebagainya. Anak yang pinter matematika sering dianggap lebih hebat daripada yang sopan santun dan ramah. Jadi nomor satu adalah akhlak mulia, kedua kebhinekaan global, menghargai perbedaan, kreativitas, juga berpikir kritis. Anak-anak yang dibilang strawberry itu nggak tahan mental, ngambekan, putus asa ambil jalan pintas. Kecerdasannya hanya kecerdasan kognitif saja, tidak ada kecerdasan emosional, juga tidak ada kecerdasan spiritual.
Gerakan tujuh kebiasaan anak Indonesia diluncurkan, apakah ini bisa menjawab tantangan membangun anak-anak muda yang kuat dalam menghadapi masa depan yang tidak ringan?
Saya baca program Pak Menteri, ya memang begitu, harus ada keseimbangan, ada asupan makanan bergizi, ada istirahat, juga ada olah raga, tidak mager.
Saya menyebutnya mungkin dengan program Gembira. G-gerak, olahraga, kemudian E-emosi cerdas, kecerdasan emosional memegang peran penting dengan bersosialisasi, tidak mudah tersinggung, tidak gampang bermusuhan. M-makan minum berkualitas, bergizi, B-beribadah, atau bersyukur bahagia, I-istirahat cukup, tidur cepat, R-rukun, unsur bermasyarakat ramah bergaul, A-aktif belajar atau gemar belajar. Belajar tidak selalu akademik, bisa keterampilan, seni gamelan, menari dan sebagainya, untuk mendapatkan pengalaman baru. Sudah pas betul program Pak Menteri.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti bilang dalam mendukung program wajib belajar 13 tahun, perlu membangun anak-anak muda yang kuat dalam religiusitas dan spiritualitas, pendapat Anda?
Kecerdasan spiritual, pelajaran agama ini penting bukan hanya dihafalkan, tapi dipraktekan, dikerjakan, dan harus dengan cara dicontohkan oleh para pendidik. Sekarang ini kalau mimpi punya anak penurut malah sering gagal. Karena apa, di depan orang tua nurut, di belakang nggak nurut.
Setiap anak memiliki keunikan masing-masing, bahwa semua anak itu hebat, autentik dan tidak terbandingkan. Dalam keluarga tidak lagi diterapkan cara-cara otoriter harus begini, begitu, anak malah kabur, antara fight atau fly, kabur ke kamar main gadget jadinya malah terpapar hal-hal negatif. Segala sesuatu melalui kerjasama sebagai supertim. Kenapa kita harus menjalankan ibadah, dengan menjalani ibadah menjadi lebih tenang, hidup lebih fokus, teratur. Di sekolah juga begitu, anak harus ada kesempatan menyampaikan pendapatnya, sehingga anak menjalankannya berdasarkan motivasi internal, bukan eksternal.
Apa saran Anda agar tujuh kebiasaan itu bisa diimplementasikan secara masif sebagai gerakan nasional?
Diperkenalkan dengan cara ramah anak dan diteladankan. Saya tanya pada anak-anak, Rasulullah tidur jam berapa, selesai shalat Isya, jadi cukup istirahat, bangun shalat tahajjut sampai shalat subuh tetap segar, bisa dilanjut olah raga. Saya juga praktekkan olah raga murah meriah, kalau hujan lompat-lompat, kalau terang lari-lari.
Pengalaman kami di Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) tahun 2018 mencetuskan Sasana, dari kata Saya Sahabat Anak. Kami minta Pak Presiden, dan melibatkan empat menteri, Menteri Pendidikan, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, dan Menko PMK, intinya mendorong supaya anak-anak sehat mentalnya, senang bersosialisasi. Presiden dan para Menteri menjadi sahabat anak, kami ajak dolanan bersama permainan tradisional, di halaman samping Istana Merdeka dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun 2018. Saat itu Menteri Pendidikan pak Muhadjir Effendy.
Setelah itu mengajak para Gubernur, sampai pada tingkat RT dan RW, memposisikan anak sebagai teman, guru juga sebagai teman. Saya pun yang sudah kakek-kakek dipanggil Kak.