JAKARTA, MENARA62.COM – Sirkumsisi atau dikenal sunat sebaiknya dilakukan pada saat seorang pria belum balig (masih anak-anak). Bahkan ada banyak kasus praktik sunat dilakukan saat masih bayi. Apa sebab?
Prof. Andi Asadul Islam, Ketua PP Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) menjelaskan sunat pada usia anak-anak memang dilakukan hampir sebagian besar anak-anak muslim di dunia termasuk Indonesia. “Rata-rata usia sunat pada 5 sampai 12 tahun bahkan masih bayi juga ada,” kata Prof Andi pada diskusi bersama Forum Jurnalis Online (FJO) Kamis malam (8/4/2021).
Selain sudah menjadi budaya (kebiasaan) sebenarnya sunat pada usia anak-anak memiliki alasan medis. Sebab pada usia anak-anak, seorang pria belum mengalami ereksi sehingga risiko pendarahan akan minimal.
“Bisa dibayangkan jika baru disunat, kemudian mengalami ereksi atau mimpi basah. Pasti terjadi pendarahan, apalagi jika sunatnya menggunakan metode konvensional,” tambah Prof Andi.
Namun meski demikian, bukan berarti pria dewasa tidak bisa melakukan sunat. Pria dewasa lanjut Prof Andi tetap bisa melakukan sunat tanpa harus khawatir dengan pendarahan.
Saat ini, praktik sunat mengenal berbagai metode mulai dari konvensional, laser atau electric couter, hingga metode klamp. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena itu pemilihan metode sunat pada pria dewasa sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pendarahan.
“Dulu awalnya sunat dengan cara konvensional. Didahului anestesi, terus dipotong sedikit dari atas dulu bagian kanan, melingkar ke kanan, lalu melingkar ke kiri baru dijahit. Dengan pemotongan tersebut banyak risiko yang bisa dihadapi saat khitan seperti perdarahan dan infeksi yang cukup tinggi karena adanya luka terbuka,” terang Prof. Andi.
Metode sunat konvensional ini lanjut Prof Andi terhitung minim risiko dan dapat dilakukan pada pasien segala usia. Hanya saja metode ini membutuhkan waktu cukup lama untuk penyembuhannya.
Lalu metode selanjutnya adalah metode sunat laser. Metode sunat ini dilakukan dengan menggunakan pemanas elektrik yang ditembakkan ke ujung penis untuk memotong kulup. Proses tindakan ini lebih cepat, minim jahitan dan perdarahan serta proses penyembuhannya lebih singkat. Kekurangannya kepala penis berisiko terpotong dan luka bakar.
Metode lain adalah sunat clamp. Metrode ini kata Prof Andi dilakukan dengan cara memasang alat klem di batas penissesuai dengan ukuran. Diameter kelm maksimal 3.4 Cm. Metode ini tidak menggunakan jahitan sehingga minim perdarahan. Hanya saja metode ini cukup mahal dan klem berisiko menggantung di penis.
Sedang untuk metode stapler adalah metode sunat yang dilakukan dengan cara menggabungkan metode potong dan jahit dengan alat strapler berbentuk pisau bundar untuk memotong kulup. Metode ini memang cukup mahal tetapi banyak menjadi pilihan bagi pria rema dan dewasa.
Selain persoalan pemilihan metode sunat, hal terpenting yang perlu diperhatikan saat seorang pria dewasa akan sunat adalah kondisi kesehatan. Pastikan bahwa saat sunat, tidak sedang sakit komorbid atau jika ada sakit komorbid, dalam kondisi terkontrol.
“Bagi pria dewasa, usai sunat juga tidak diperbolehkan melakukan hubungan biologis selama kurang lebih 4 hingga 6 pekan. Sebab luka yang belum sembuh dikhawatirkan akan kembali terbuka,” tukas Prof Andi.
Lantas apa yang perlu diperhatikan pasca sunat atau sirkumsisi bagi pria dewasa? Prof Andi menjelaskan selain dilarang berhubungan seks selama 4-6 minggu, pasien juga harus meminum antibiotic untuk mencegah infeksi atau nyeri.
Hal-hal lain adalah gunakan celana longgar untuk menghindari gesekan, kosongkan kandung kemih untuk mencegah nocturnal erection yang berisiko terhadap jahitan, hindari hal-hal yang membuat terjadinya ereksi, dan bersihkan secara rutin area bekas sunat dengan mengganti perban secara berkala.
Kesehatan Utama
Senada dengan itu, praktisi kesehatan seksual dr Boyke Dian Nugraha SpOG MARS menjelaskan sejumlah dampak positif sunat. Khususnya sunat bagi orang dewasa. Di antaranya adalah mengurangi risiko tertular penyakit menular untuk pasangannya.
Boyke mengatakan, banyak sekali permintaan sunat untuk orang dewasa muncul dari pihak perempuan. Dia menegaskan sunat atau sirkumsisi selain dari aspek agama dan budaya, juga ada aspek kebersihan dan kesehatan.
Seperti diketahui virus HPV atau Human Papillomavirus memicu terjadinya penyakit menular seksual (PMS). Virus ini dalam kondisi tertentu bisa memicu kanker. Selain itu Boyke mengatakan pada pria yang tidak disunat, berpotensi terdapat kotoran, bakteri, atau virus lainnya di sekitar kepala penisnya.
Sebab dalam kondisi normal kepala penis pria yang tidak disunat tertutup kulup atau kulit. Butuh perawatan khusus, seperti pembersihan secara berkala bagi pria yang tidak disunat. Dia juga mengatakan ada sejumlah pasangan perempuan yang khawatir jika pasangannya tidak disunat terdapat bakteri Ecoli atau sejenisnya.
Genky, Youtuber asal Jepang salah satu pelaku sunat dewasa, yang turut hadir pada webinar menyatakan meski dalam budaya Jepang tidak dikenal sunat, ia tetap melakukan sunat dengan alasan kesehatan. “Saya memilih melakukan sunat di Indonesia karena di negara ini memang sunat sudah jadi budaya,” katanya.
Selain itu metode sunat di Indonesia sudah sangat canggih. Sehingga ia tidak perlu takut merasakan sakit, nyeri, takut perdarahan atau gagal.
Ia mengaku melakukan sunat di Rumah Sunat Dr Mahdian. Keputusan sunat di Rumah Sunat Dr Mahdian dilakukan setelah mendapatkan sejumlah rekomendasi dari teman-teman dan orang yang dikenalnya.
“Saya juga cari info diinternet. Saya tahu Rumah Sunat Dr Mahdian punya teknologi yang canggih, dan saya sudah membuktikannya,” tukas Genky.
Sementara itu, dr Encep Wahyudan, dari Rumah Sunat Dr Mahdian mengatakan prosedur sunat menggunakan strapler merupakan metode yang banyak dipilih oleh masyarakat luas untuk sunat. Metode yang diadopsi dari China ini telah digunakan oleh 5000 rumah sakit/klinik di China dan 500 klini di dunia. Metode ini juga telah digunakan pada lebih dari 20 negara seperti Jerman, Italia, Perancis, Inggris, Belanda, Mexico, dan lainnya.
“Beberapa kelebihannya antara lain perdarahan minim (sekitar 1 ml saja), dn minim rasa nyeri,” tutup dr Encep.