JAKARTA, MENARA62.COM– Usai berkunjung ke Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Menteri Pendidikan Malaysia Dr. Maszlee bin Malik melanjutkan lawatannya ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jumat (11/1). Dihadapan Mendikbud Muhadjir Effendy dan sejumlah pejabat eselon 1 Kemendikbud, Maszlee memaparkan tiga kebijakan penting pendidikan yang dilakukan pemerintah Malaysia saat ini.
“Dibawah kepemimpinan Bapak Mahathir, pendidikan Malaysia memiliki 3 poin kebijakan penting, satu diantaranya adalah penanaman nilai-nilai,” kata Maszlee.
Malaysia lanjut Mazslee ingin belajar dari Jepang, bagaimana pendidikan disana begitu menempatkan nilai-nilai. Negara yang hancur pada perang dunia kedua tersebut kini menjadi negara yang maju. Semua bermula dari penanaman nilai kepada generasi muda Jepang.
Selain menitikberatkan pada penanaman nilai, pendidikan Malaysia juga akan menitikberatkan pada penguasaan Bahasa Inggris melalui kebijakan Multi Lingual. Seorang pelajar di Malaysia wajib menguasai minimal 3 bahasa yakni Melayu, Inggris, dan bahasa tambahan lainnya seperti Arab, Perancis, Mandarin atau Jepang. Sebab generasi muda hanya akan bisa bersaing dikancah global jika menguasai bahasa internasional.
Kebijakan selanjutnya adalah membawa masyarakat Malaysia pada budaya membaca. Targetnya pada 2030, Malaysia menjadi negara dengan tingkat membaca penduduknya paling tinggi di dunia.
Diakui, hubungan Malaysia dengan Indonesia adalah hubungan yang istimewa, sebagai saudara serumpun. Karena itu meski dalam sejarah hubungan dua negara tersebut pernah mengalami jatuh bangun, tetapi Maszlee yakin ke depan hubungan symbiosis dua negara akan semakin membaik. Terlebih banyak kesamaan dan kepentingan yang bisa dikerjasamakan terutama terkait Islam.
Menurut Maszlee, Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang relative memiliki banyak kesamaan baik dari segi agama, social maupun budaya. Sehingga kerjasama dalam bidang pendidikan tentu akan lebih mudah dilakukan.
“Pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Pembinaan sejarah dan peradaban bisa kita mulai dari pendidikan,” tambahnya.
Selama ini Indonesia dan Malaysia jelas Mazslee banyak dipengaruhi oleh peradaban barat. Dimana peradaban barat banyak menyajikan konflik yang berakhir pada hilangnya nyawa.
Ia juga menyoroti bagaimana teknologi sekarang memegang peranan yang sangat penting. Perkembangan teknologi yang luar biasa, disisi lain telah memusnakan elemen penting yakni kemanusiaan. Dan situasi tersebut tentu tidak menguntungkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Itu mengapa Mazslee mengajak masyarakat Indonesia dan Malaysia untuk kembali ke akar budaya asli Melayu, rumpun Melanisia. Penguatan budaya menjadi penting agar pendidikan tidak menghasilkan robot bernyawa yang memiliki sifat serakah dan tamak.
Diakui Mazslee, Indonesia dan Malaysia memiliki peluang besar untuk mengadakan pertukaran pelajar dan guru. Selama ini Malaysia telah melakukan pertukaran pelajar dan guru dengan negara-negara seperti Jepang, Inggris dan Korea. Tetapi dengan Indonesia belum ada.
Mendikbud Muhadjir Effendy menyambut baik kerjasama yang ditawarkan oleh Malaysia. Ia ingin ke depan lebih banyak lagi bentuk-bentuk kerjasama dibidang pendidikan antara Indonesia dengan Malaysia.