24.1 C
Jakarta

Jacques Derrida, Membangun Filsafat Dekonstruksi Melalui Bahasa

Baca Juga:

Oleh: Sabena )*

JACQUES Derrida dikenal sebagai seorang filsuf kontemporer Prancis. Lahir di Aljazair pada 15 Juli 1930, Derrida yang memiliki latar belakang sebagai seorang sastrawan, meninggalkan kota kelahirannya pasca perang dunia kedua, tepatnya pada tahun 1949.

Hijrahnya Derrida ke Prancis dilakukan saat mempersiapkan diri mengikuti ujian filsafat untuk masuk ke sekolah bergengsi École Normale Supérieure. Sempat gagal pada ujian pertama, anak pasangan Aime Derrida dan Georgette Sultana Esther Safar tersebut pada akhirnya menjadi salah satu pengajar di Ecole Normale Superieure setelah dinyatakan lulus pada tahun 1952.

Latar belakang sebagai seorang sastrawan amat mewarnai pandangannya sebagai seorang filsuf. Itu pula yang membuat Derrida dikemudian hari dikenal sebagai seorang filsuf kontemporer Prancis pengusung tema dekontruksi dalam filsafat pascamodern. Pemikirannya Derrida banyak disampaikan melalui filasafat bahasa.

Filsuf dan kritikus sastra asal Inggris, Christoper Norris dalam tulisannya yang berjudul Derrida (1987) berasumsi bahwa filosofi Derrida utamanya bertemakan tentang tulisan. “Jika kita membahas tentang Derrida tentang konsep memahami yang ditawarkan olehnya kita pasti akan merasa bingung dan juga terjadi perdebatan. Karena Derrida menawarkan konsep yang sama sekali berbeda dan problematis,” tulis Norris.

Konsep Derrida menurut Norris, berbeda dengan konsep para filsuf sebelumnya. Melalui dekonstruksi, Derrida menemukan makna dalam “teks” bukan sekadar menghadirkan kembali makna yang asli dari teks, atau melihat teks dengan objektif, atau makna untuk diri sendiri.

Cara yang ditawarkan oleh Derrida adalah dalam memahami makna teks yang tidak boleh terus mempertahankan makna yang lama (sudah ada) dan menentukan makna yang kemudian mengagungkannya. Tetapi harus diperoleh suatu kebenaran yang sungguh-sungguh baru dan menggambarkannya. Kebenaran ini diperoleh tanpa menyingkirkan kebenaran-kebenaran atau makna-makna yang lalu (yang telah mendahuluinya). Bagi Derrida, setelah kebenaran ditemukan, maka kita tidak boleh secara legimitasi menyatakan bahwa itulah kebenarannya yang sesungguhnya atau absolut.

“Teks” dapat diinterpretasikan sampai tidak terhingga. Olehnya kita tidak perlu mengambil kesimpulan. Karena itu Derrida berpandangan bahwa kebenaran tidak harus tunggal, absolut dan universal. Makna yang diperoleh dari teks itu sesuatu yang tidak terpikirkan bahkan oleh penulisnya. Kebeneran atau makna yang diperoleh bukanlah satu-satunya kebenaran, tetapi ada kesempatan untuk ditemukan kebenaran baru, sampai seterusnya.

Derrida tertarik untuk mengkritik filasafat modern karena filasafat modern menurutnya identik dengan pandangan metafisika kehadiran dan logosentrisme. Metafisika kehadiran menjelaskan bahwa suatu konsep atau teori akan dibenarkan jika sudah mewakili “being” (ada). Suatu yang ada tersebut bisa diwakili oleh kata, tanda dan konsep (Hardiman, 2015). Istilah dekontruksi ini dikenakan kepada Derrida sejak ia memberikan ceramah di Amerika dalam sebuah artikel.

Pemikiran Derrida juga bukan suatu yang khas dalam hal dekonstruksi. Jika kita melihat perkembangan filasafat Prancis dan bahkan di Jerman, ada beberapa filosof yang sudah berbicara tentang dekonstruksi. Mereka disebut proto-dekonstruksionis Walter Benyamin, Nietzshe.

Dalam bukunya Derrida mengatakan bahwa: Filasafat selalu cenderung mencari istilah yang bersifat umum untuk satuan-satuan yang bersifat konkret (craving for generality). Dengan kata lain filasafat sering mencari kesatuan makna/pengertian dari hal-hal yang beraneka ragam, mencari kesamaan dalam perbedaan, atau membuat penunggalan dalam kemajemukan (craving for unity) (Derrida, 2002).

Derrida menghabiskan sebagian besar usianya di kota Paris Prancis. Ia yang juga aktif pada American Academy of Arts and Sciences meninggal dunia pada 2004 atau setahun setelah didiagnosis menderita kanker pankreas. Menjelang kematiannya, Derrida banyak terlibat dalam pembuatan film dokumenter biografi seperti D’ailleurs, Derrida (Derrida’s Elsewhere) oleh Saafa Fathy pada tahun 1999 dan Derrida oleh Kirby Dick and Amy Ziering Kofman.

)* Sabena (202030017) adalah Mahasiswa Program Doktoral Universitas Sahid Usahid) Jakarta. Tulisan ini dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Review Tokoh Kritis dengan dosen pengampu Dr. Fahruddin Faiz.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!