JAKARTA, MENARA62.COM – Budayawan Edy A Effendi mengemukakan, rumah selayaknya menjadi tempat tinggal (terminal), bukan malah hanya sebagai tempat singgah (shelter), bagi anak. Anak yang kehilangan terminal akan mencari singgahan lain.
Dalam kondisi seperti itu, menurut Edy, si anak akan berkelana dari shelter ke shelter. Mereka tidak memiliki pegangan kuat sehingga terombang-ambing dan terperangkap dalam budaya pop yang instan dan destruktif bagi tumbuh-kembangnya.
“Harusnya, rumah itu menjadi terminal sebagai tempat berkumpulnya individu-individu anggota keluarga untuk tumbuh dan berkembang dengan baik,” kata Edy A Effendi, saat dihubungi, Ahad (15/9/2019).
Bagi anak yang sudah terperangkap budaya pop yang negatif, untuk membebaskan diri dari cengkeramannya, idealnya harus melalui keinginan kuat diri sendiri.
“Tentu, solusi yang sangat verbal, orangtua adalah pengendali di ruang terkecil (keuarga). Namun, orangtua menjadi tidak punya kendali dan cara untuk mengantisipasi anak-anaknya karena ruang dialog yang sepi di dalam bangunan rumah tangga,” tutur Edy.
Akhirnya, tidak ada terminal anak muda yang tengah mencari identitas dan aktualisasi diri. “Rumah hanya jadi tempat singgah, bukan tempat tinggal. Ketika itu terjadi pada anak muda, dia bisa mencari singgahan dari satu shelter ke shelter lain,” tegas Edy.