Iming-imingnya sungguh menggoda. Butuh dana hingga jutaan tidak perlu jaminan. Setelah daftar online, dalam dua hari, uangnya pasti di tangan. Mereka yang sedang terdesak dan berpikiran cekak pasti tergiur.
Panggil saja D. Ayah dua anak warga Jatinegara, Jakarta. Karena penghasilannya yang tak menentu, ia tergoda mengajukan pinjaman. Melalui aplikasi online yang iklannya berseliweran itu.
Sudah beberapa kali temannya mengingatkan. Jangan sekali-sekali mengajukan pinjaman melalui aplikasi itu. Sudah banyak yang jadi korban. Pinjamannya bunga berbunga. Mirip rentenir.
Tapi D seperti tak mendengar. Tetap saja ia mengajukan pinjaman ke beberapa perusahaan. Nilainya kecil-kecil. Totalnya Rp 10 juta.
Saya baru tahu masalah ini tadi siang. Setelah membaca status seorang kawan. Tentang D yang menggadaikan Ipad kawan saya secara diam-diam. Sejak itu D hilang bak ditelan bumi. Dicari kemana-mana tidak bisa ditemukan.
Kemungkinan D memang bersembunyi. Bukan menghindari teman saya yang Ipad-nya sekarang digadaikan. Tapi ia lari dari kejaran debt collector perusahaan pemberi utang.
Hampir semua perusahaan pemberi utang online itu memang menggunakan jasa debt collector untuk menagih utang nasabahnya. Cara-cara penagihannya itulah yang sering dikeluhkan masyarakat. Kasar. Sangar.
Ketika platform peminjaman uang secara online itu mulai muncul dua tahun lalu, saya sudah menuliskan risiko-risiko yang bakal dihadapi peminjam. Saya menengarai, tawaran kemudahan dan kecanggihan aplikasi itu hanya taktik baru lintah darat. Rentenir yang beralih rupa.
Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga. Untuk saya dan sahabat saya semua.