JAKARTA, MENARA62.COM – Profesor Riset bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Eddy Hermawan, mengungkapkan, proyeksi tenggelamnya Jakarta dan beberapa kota pesisir di sepanjang Pantura terjadi akibat tiga faktor utama, yakni perubahan iklim, penurunan laju muka tanah (landsubsidence), dan kondisi lokal setempat.
âJika proyeksi hanya difokuskan pada akibat perubahan iklim semata, maka dampak yang dihasilkannya tidaklah terlalu severe (berat). Hal serupa juga ditemukan, jika proyeksi difokuskan hanya ke landsubsidence semata, maka analisisnya tidak bisa digunakan untuk skala global/regional,â kata Eddy dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/10/2021).
Eddy berpendapat, proyeksi difokuskan ke hasil analisis gabungan antara dampak perubahan iklim global dan laju landsubsidence yang cukup pesat saat ini. âDua proyeksi inilah yang diduga kuat akan mempercepat tenggelamnya kota-kota pesisir di Pantura, termasuk Jakarta di masa mendatang,â ungkapnya.
Menurutnya, hasil analisis data satelit terkini menunjukkan bahwa kawasan pesisir Pantura mengalami penurunan muka tanah paling tajam.
âKondisi geologi daerah pesisir dengan tanah yang lembut secara alamiah membuat tanah terus turun. Tetapi dengan adanya kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim, penggunaan air tanah, serta didirikannya gedung-gedung megah dan mewah di sepanjang Pantura ternyata semakin memperparah turunnya permukaan tanah,â urainya.
Ia menilai perlu adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut. âKondisi ini ternyata berbeda dengan kawasan selatan Jawa yang struktur geologinya cenderung berbukit,â saran Eddy.
Ke depan lanjut Eddy, perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan yang lebih nyata. Pembuatan tanggul raksasa saja belum cukup. Namun harus diimbangi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan harus segera mungkin dilakukan. âAkan lebih efektif, jika upaya ini dilaksanakan oleh berbagai elemen masyarakat, tanpa pengecualian,â tegas Eddy.
Senada dengan pernyataan Eddy, Robert Delinom yang merupakan Profesor Riset bidang Geoteknologi â Hidrogeologi, mengatakan bahwa ada beberapa kota yang berlokasi di Pantura secara terus menerus mengalami amblesan, di antaranya Jakarta, Indramayu, Semarang dan Surabaya. âPenurunan muka tanah yang intensif di kota kota tersebut dan adanya pemanasan global yang menyebabkan muka air laut naik, dikhawatirkan kota kota tersebut akan tenggelam setelah beberapa tahun kedepan,â terang Robert.
Ia menjelaskan bahwa pengamatan yang intensif di Jakarta dan Semarang menunjukkan bahwa kondisi geologi kedua daerah tersebut sangat berpengaruh pada proses terjadinya amblesan. âTernyata amblesan terjadi hanya pada lokasi yang dibangun oleh batuan lempung dan batuan muda belum terpadatkan, yang diketahui menyebar tidak secara homogen,â ujar Robert.
Data kenaikan muka air laut sampai tahun 2019 menunjukkan bahwa kenaikan muka air laut di Teluk Jakarta adalah 0,43 cm/tahun dan lepas pantai Semarang adalah 0,53 cm/tahun. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tenggelamnya kota-kota di Pantura, dalam artian secara keseluruhan kota terendam, tidak akan segera terjadi. Hanya bagian kota yang terletak dekat ke pantai dan dibangun oleh batuan lempung dan alluvial yang belum terpadatkan yang akan tenggelam,â pungkas Robert.