“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, maka perangilah wali-wali syaitan itu” (QS. An-Nisa’: 76)
Di dalam al-Qur’an, kata ‘thaghut’ disebut sebanyak delapan kali. Kata ini banyak digunakan untuk menunjukkan makna ‘sesembahan selain Allah’. Oleh karena itu, maka kata ini sering juga diartikan sebagai ‘berhala’ atau ‘setan’.
Ibn Manzur dalam Lisan al-‘Arab menjelaskan bahwa kata ‘thaghut’ berasal dari kata ‘thagha’, yang berarti melampaui batas atau berlebih-lebihan dalam kekafiran dan kemaksiatan.
Ibn Qayyim al-Jauziyah menegaskan bahwa yang dimaksud taghut adalah segala hal yang diperlakukan oleh manusia secara melampaui batas, baik berupa sesembahan, maupun pihak yang selalu diikuti atau ditaati.
Menurut M. Quraish Shihab, thaghut adalah sesuatu yang melampaui batas dalam beragam bentuk kebatilan. Bisa berupa berhala yang disembah, ataupun ide-ide yang menyesatkan.
Dari berbagai keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa thaghut adalah segala ‘sesuatu’ yang diperlakukan oleh manusia secara berlebihan, atau melampaui batas. ‘Sesuatu’ itu bisa beragam bentuknya. Ia bisa berupa seseorang yang ditaati dan ditakuti serta diikuti segala ucapan dan perbuatannya, padahal jelas-jelas bertentangan dengan syariat agama. Bisa juga berupa benda atau materi yang dipuja dan disembah secara berlebihan, seperti berhala, uang, kedudukan, jabatan, popularitas dan sebagainya. Bisa juga berupa ide-ide serta pemikiran yang jauh menyimpang dari koridor ajaran agama.
Kesemua hal itu bisa disebut thaghut. Ayat di atas menyebutkan bahwa thaghut adalah merupakan jelmaan dari setan. Ia adalah wali-wali setan. Ia adalah jalan setan, jalan kesesatan.
Maka, tugas kita adalah memerangi thaghut. Berjihad dengan sekuat tenaga untuk memerangi thaghut adalah jalan yang harus kita tempuh.
Di era modern sekarang ini, thaghut mewujud dalam beragam bentuk yang lebih variatif. Ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menjadi thaghut kalau tidak dibentengi dengan keimanan yang kuat. Rasionalitas yang tinggi minus spiritualitas bisa mengakibatkan seseorang lupa tentang siapa dirinya sesungguhnya. Dia akan mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi serta rasionalitas yang dimilikinya, tetapi dia abai terhadap spiritualitas, serta lalai dengan Tuhannya. Rasionalitasnya tajam, tapi spiritualitasnya tumpul.
Thaghut dewasa ini bisa berupa seseorang yang dianggap memiliki daya linuwih, yang kemudian ditaati dan diikuti setiap petuahnya tanpa dilihat apakah petuah serta nasihatnya itu bertentangan dengan syariat yang diajarkan agama ataukah tidak.
Thaghut saat ini juga bisa berupa pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Dia begitu dipuja seolah tanpa cela. Akal sehat rakyat sudah tidak berfungsi lagi, karena dikelabui oleh media.
Thaghut modern juga bisa berbentuk penghambaan terhadap materi yang berlebihan. Kehidupan yang hedonis saat ini menjadikan seseorang dibuai oleh gelimang harta. Kemewahan seolah menjadi harga mati. Semua dinilai dengan materi. Tidak tersisa lagi ruang untuk kehidupan ukhrawi.
Tugas kita saat ini adalah berjuang untuk memerangi thaghut-thaghut modern yang hadir dengan beragam bentuk dan rupa untuk menyesatkan kita dari jalan Tuhan.
Jangan sampai kita terbuai dengan bujuk rayu mereka. Jangan pernah kita beri kesempatan mereka untuk masuk ke dalam kehidupan kita. Tetaplah berjuang dengan sekuat tenaga untuk berperang melawan thaghut, sang wali setan.
Ruang Inspirasi, Kamis, 22 September 2022.