32.2 C
Jakarta

Jangan Telan Begitu Saja Pernyataan Tentang Penyerangan di New Orleans

Sebuah Panggilan untuk Hasil Liputan Media yang Bertanggung Jawab

Baca Juga:

Pada 1 Januari 2025, di New Orleans, Louisiana, sebuah tragedi mengerikan mengguncang kota ini. Seorang pria menabrakkan truknya ke kerumunan orang yang sedang merayakan malam tahun baru, menyebabkan sedikitnya 15 orang tewas dan puluhan lainnya terluka. Pelaku penyerangan ini, Shamsud-Din Jabbar, seorang pria berusia 42 tahun asal Texas, Amerika Serikat, segera diidentifikasi.

Kita semua harus mengecam tindakan mengerikan ini. Meski di saat yang sama, di belahan dunia lain, serangan brutal militer Israel di wilayah Palestina yang sudah berlangsung lebih dari setahun, juga harus dikecam dengan lebih keras lagi.

Namun, dalam kasus New Orleans ini, narasi yang berkembang tentang penyerang ini mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan. Media, seperti menelan begitu saja fakta permukaan. Padahal, mereka biasanya akan ngulik banyak hal terhadap pelaku, maupun korban.

Media mengangkat dua fakta utama yang ditemukan pada Jabbar: sebuah bendera ISIL yang ditemukan di dalam kendaraannya dan unggahan-unggahan di media sosialnya yang mengindikasikan bahwa dia mungkin terinspirasi oleh kelompok tersebut. Dengan informasi terbatas ini, banyak pihak langsung mengasosiasikan Jabbar dengan terorisme, dan sejumlah media menyebutnya sebagai teroris yang “terkait” dengan ISIL. Persoalan sesederhana itu langsung disimpulkan, dan kasus selesai. Tapi bisa meninggalkan bekas yang mendalam pada kelompok masyarakat dari mana Jabbar berasal.

Padahal sejauh ini, tidak ada bukti yang mengaitkan Jabbar dengan ISIL secara langsung. FBI sendiri belum merinci bukti yang mendasari keputusan mereka untuk menyelidiki kejadian ini sebagai tindakan terorisme. Disisi lain, publik telah disajikan berita bahwa Jabbar adalah seorang veteran militer yang mengabdi di Angkatan Darat AS selama 13 tahun, termasuk penugasan di Afghanistan.

Selain itu, dia sedang menjalani proses perceraian dan sempat mengungkapkan niat untuk membunuh keluarganya. Semua ini membuka banyak pertanyaan tentang apa yang sebenarnya mendorongnya melakukan tindakan yang begitu kejam.

Apakah Media Cukup Menggali Fakta?

Klaim bahwa Jabbar “terinspirasi” oleh ISIL perlu dipertanyakan dan terus diuji faktanya. Sebagai jurnalis, sering dihadapkan pada tantangan besar dalam memilih untuk melaporkan fakta secara menyeluruh, atau hanya mengikuti narasi resmi yang dipersempit oleh kepolisian atau pemerintah. Dalam melaporkan peristiwa-peristiwa besar seperti ini, jurnalis harus memastikan bahwa telah menggali seluruh konteks, dan tidak hanya terjebak pada apa yang disampaikan oleh pejabat pemerintah.

“Jangan menelan mentah-mentah apa yang dikatakan pemerintah. Kita harus skeptis.” Begitulah, salah satu pesan dari guru penulis ketika belajar jurnalistik lebih dari 25 tahun yang lalu.

Di publik, terungkap fakta bahwa Jabbar adalah seorang veteran militer yang penuh dengan pengalaman dan beban emosional. Apakah trauma yang dialaminya selama bertugas di Afghanistan atau masalah pribadi seperti perceraian dan kemarahan terhadap keluarganya turut berperan dalam tindakannya? Ini adalah pertanyaan yang harus diajukan, dan jurnalis harus melaporkan semua informasi ini dengan hati-hati.

Sangat penting juga untuk memperhatikan bagaimana media cenderung mengikuti formula lama dalam mengkategorikan peristiwa-peristiwa seperti ini: “Muslim kulit coklat yang melakukan terorisme atas nama ISIL.” Narasi ini sering kali mengabaikan kompleksitas keadaan pribadi pelaku dan menghindari pertanyaan lebih dalam mengenai kondisi mental atau latar belakang pelaku.

Media mungkin bisa terkesima, tapi dampaknya, masyarakat akan semakin terjerumus pada stereotip yang berbahaya. Kondisi ini, tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga mempengaruhi komunitas-komunitas yang terpinggirkan, seperti komunitas Muslim di New Orleans atau Houston.

Kita tentu masih mengingat dengan baik tentang apa yang terjadi dengan pelaku Omar Mateen. Pada tahun 2016, laporan awal mengenai penembakan di klub malam Pulse, yang dilakukan oleh Omar Mateen, menyoroti kesetiaannya kepada ISIL. Namun, penyelidikan lanjutan mengungkapkan bahwa Mateen adalah individu yang sangat terganggu dan tidak memiliki hubungan operasional dengan kelompok tersebut.

Hal ini sangat penting karena dampaknya terhadap kehidupan nyata. Ketika media fokus pada kaitan yang lemah dengan ISIL, narasi tersebut justru telah memicu sentimen dan kebijakan anti-Muslim. Setelah penembakan di San Bernardino pada 2015, informasi yang keliru yang menghubungkan para pelaku dengan jaringan ISIL yang lebih besar, turut memperkuat dukungan publik terhadap proposal “larangan Muslim” yang diajukan oleh calon presiden Donald Trump.

Menjaga Integritas Jurnalistik: Menyampaikan Kebenaran

Sebagai jurnalis, kita dididik harus berkomitmen untuk menyampaikan laporan yang akurat dan penuh tanggung jawab. Setiap tragedi memiliki banyak lapisan peristiwa yang melingkupinya. Menyingkap lapisan demi lapisan ini, penting dilakukan jurnalis agar tidak jatuh pada kesimpulan yang terburu-buru. Narasi yang berkembang perlu terus dievaluasi berdasarkan fakta yang ada. Jadi, bukan hanya berdasarkan klaim pertama yang muncul kemudian selesai, karena keengganan atau kegamangan untuk melanjutkan upaya mengungkap sebuah peristiwa apa adanya sesuai fakta.

Dalam menuliskan sebuah laporan peristiwa ini, jurnalis tidak hanya bertanggung jawab untuk melaporkan kejadian secara faktual, tetapi juga untuk memberikan konteks yang lebih luas agar publik tidak salah mengerti. Media harus menghindari kesalahan seperti yang terjadi pada serangan sebelumnya, di mana informasi yang salah mengaitkan pelaku dengan ISIL dan menyebabkan dampak negatif yang jauh lebih besar pada komunitas Muslim.

Media juga berhutang kepada para korban, keluarga mereka, dan masyarakat yang terdampak untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Mereka berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan apakah ada langkah yang dapat diambil untuk mencegah tragedi serupa di masa depan. Ini menjadi langkah penting yang tidak boleh dilupakan.

Meskipun penting untuk tidak mengabaikan bukti adanya jaringan atau kelompok besar yang terlibat, jurnalis juga harus tetap bijaksana dalam menilai setiap informasi. Dengan menjaga integritas dan kehati-hatian dalam pelaporan, jurnalis dapat memastikan bahwa laporannya menyampaikan gambaran yang lebih akurat, lebih manusiawi, dan lebih bertanggung jawab tentang peristiwa tragis ini.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!