PABELAN, MENARA62.COM-Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005 – 2015 , Prof. Din Syamsudin kembali menjadi pembicara di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), pada Kamis (25/2/21). Kali ini Din menyampaikan tentang bagaimana Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam yang mengimplementasi Islam Wasathiah.
Menurut Din, Wasathiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil, seimbang, bermaslahat dan proporsional, atau sering disebut dengan kata “moderat” dalam semua dimensi kehidupan.
Wasathiah, kata Din, mulai muncul kembali sekitar tahun 2000-an setelah maraknya aksi teror yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku paling Islami yang berbuat anarkis.
Kata Din, sekelompok orang ini lah yang mengakibatkan Islamophobia di kalangan masyarakat. “Maka dari itu Islam Wasathiah menjadi hal yang penting di era sekarang ini,” ujarnya.
Di hadapan sekitar 700an peserta yang terdiri dosen dan karyawan UMS yang ikut menyimak secara online menggunakan aplikasi Zoom, Din menyampaikan konsep Islam Wasathiah. Ada 7 aspek yang masuk dalam konsep Islam Wasathiah, yakni, Al-I’tidal, At-Tawazun, At-Tasamuh, As-Syura, Al-Islah, Al-Qudwah, dan Al-Muwatonah.
Di jelaskan oleh Din, Al-I’tidal itu artinya adil tidak memihak siapapun. Sebagaimana dalam Sholat, I’tidal itu posisi lurus yang tidak condong ke manapun.
Aspek kedua lanjut Din, yakni At-Tawazun yang artinya keseimbangan, bagaimana masyakarat itu bisa seimbang antara agama, bangsa, negara bahkan dunia. Kemudian yang ketiga yakni At-Tasamuh yang berarti rasa saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lainnya. Dengan seperti ini kata Din, maka perpecahan pun tidak akan terjadi.
Aspek keempat yakni As-Syura, kecenderungan untuk membicarakan masalah secara bersama (musyawarah). Kelima, Al-Islah yang berarti melakukan perbaikan. Kata Din, Islah disini yakni apabila ada kerusakan dalam tatanan kehidupan itu selalui dilakukan perbaikan.
Kemudian, aspek yang keenam yaitu Al-Qudwah yang artinya pelopor, atau yang mengambil inisiatif, dan yang ketujuh yaitu Al-Muwatonah yang berarti kewarganegaraan, “kita mengakui sebuah negara dan kita mau membangunnya” sambungnya.
Din berpesan, warga Muhammadiyah itu harus luwes, luas pikirannya, luas wawasannya dan tegas. Menurutnya kerukunan beragama itu bukan basa-basi belaka melainkan kerukunan yang sejati. (BN/*).