SOLO, MENARA62.COM – Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menggelar Kajian Tafsir rutin yang diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting. Kegiatan ini menghadirkan Dr. Ainur Rha’in, S.Th.I., M.Th.I., dosen Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Agama Islam (FAI) UMS sebagai pemateri utama.
Dalam kajian itu, Ainur membedah makna mendalam dari Surat Al-Ma’arij, khususnya pada bagian ketiga. Ia menekankan bahwa surat ini memuat pesan penting terkait kondisi kejiwaan manusia, baik yang kafir maupun mukmin, serta solusi spiritual untuk menghadapinya.
“Surat Al-Ma’arij ini unik, karena membahas sifat-sifat orang kafir, seperti berkeluh kesah dan mudah sedih, yang ternyata juga bisa hinggap pada orang mukmin. Solusinya adalah kembali kepada salat, zakat, dan kontribusi sesuai kemampuan,” terang Ainur, Jumat (1/8).
Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa keadilan dalam Islam dapat ditegakkan oleh siapa saja sesuai bidangnya. Jika memiliki ilmu, tegakkan dengan ilmu. Jika memiliki tenaga, bantu dengan tenaga. Dosen, hakim, maupun pemimpin, semuanya memiliki peran dalam menegakkan keadilan.
Pada bagian kajian ayat ke-36 dan 37, Ainur menyoroti fenomena orang-orang kafir yang mendatangi Nabi Muhammad SAW. secara berkelompok. Menurutnya, tindakan tersebut mencerminkan kontradiksi dalam logika mereka.
“Mereka tidak percaya hari pembalasan, tapi justru datang mengejek dan memprotes wahyu. Ini menandakan bahwa sebenarnya di alam bawah sadar, mereka mengakui kebenaran, tapi akalnya dibutakan nafsu,” jelasnya.
Kajian juga menyinggung bagaimana orang-orang kafir kerap menyamakan kenikmatan dunia dengan jaminan kenikmatan akhirat. Mereka (orang-orang kafir) menyangka kekayaan dan jabatan adalah bukti bahwa Allah memihak mereka. Padahal menurut Ainur, ukuran kemuliaan dalam Islam bukan pada harta, tapi pada keimanan.
Dosen UMS itu juga mengkritisi perilaku masyarakat yang memuliakan status sosial dunia secara berlebihan, bahkan hingga ke urusan kematian.
“Kuburan yang mewah tidak berarti apa-apa di sisi Allah. Yang penting adalah amal jariyah dan keimanan semasa hidup,” tambahnya.
Kajian dilanjutkan dengan pembahasan ayat ke-40 hingga 44, yang menggambarkan kekuasaan Allah mengganti kaum kafir dengan kaum yang lebih taat. Menurut Ainur, ini adalah peringatan keras bahwa keistimewaan dunia tidak menjamin tempat di akhirat jika tidak dibarengi keimanan dan amal saleh.
“Allah bersumpah dengan kekuasaan-Nya atas timur dan barat. Sumpah ini menunjukkan betapa seriusnya Allah menolak logika keliru orang kafir yang merasa paling layak masuk surga,” tegasnya.
Ainur juga membahas pentingnya menyadari asal-usul manusia. Al-Qur’an mengingatkan bahwa manusia diciptakan dari sesuatu yang hina, yaitu air mani.
“Jadi apa yang disombongkan? Kemuliaan hanya datang dari iman, bukan dari status duniawi,” tandasnya.
Di akhir kajian, disampaikan bahwa hari kebangkitan akan menjadi hari kehinaan bagi orang-orang kafir. Mereka akan bangkit dari kubur dalam keadaan hina dan penuh debu, berlari seperti belalang yang terbangun dari tanah, tertunduk dan takut akan azab yang dulu mereka ingkari.
Dalam sesi tanya jawab, salah satu peserta, Agus Budi Wahyudi, mengajukan pertanyaan tentang bagaimana menghadapi orang kafir yang sebenarnya paham kebenaran namun tetap menolak. Ainur menjawab bahwa tugas umat Islam adalah menunjukkan akhlak karimah dan menjadi representasi kebaikan Islam di masyarakat.
“Kita mungkin tidak bisa mengubah semua takdir, tapi kita bisa memilih untuk menjadi pribadi yang memperjuangkan peradaban Islam. Setiap tindakan kecil bisa menjadi bagian dari dakwah,” pungkasnya.
Kegiatan kajian yang telah terlaksana pada Kamis (31/7) itu menjadi pengingat penting bagi sivitas akademika UMS untuk terus memperkuat keimanan dan menjadikan ilmu sebagai sarana untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. (*)
