30.3 C
Jakarta

Kasus PCC Di Kendari, Momentum Tepat Tangani Peredaran Obat Ilegal

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Penyalahgunaan tablet PCC (paracetamol-caffein-carisoprodol) di Kota Kendari yang menewaskan 1 orang dan mengakibatkan 76 anak dirawat di rumah sakit membuat prihatin semua pihak termasuk Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Menurut Ketua PP IAI Nurul Falah Edi Pariang, kasus tersebut menjadi momentum semua pihak untuk serius menangani masalah peredaran dan penggunaan obat.

“Harus diingat bahwa obat itu racun sehingga penggunaannya harus dikontrol dengan baik,” kata Nurul Falah, Senin (25/9/2017).

Obat jenis apapun, baik obat bebas apalagi obat golongan G atau obat keras, penggunaannya harus dikontrol dengan baik. Mengonsumsi obat tanoa indikasi yang jelas, tanpa dosis yang dianjurkan bisa berakibat fatal bagi tubuh seseorang. Tidak hanya keracunan, pingsan, atau sakit tetapi bisa berujung pada kematian.

Nurul Falah mengaku kasus KLB tablet PCC di Kota Kendari membuka mata kita semua bahwa obat-obat ilegal masih bebas beredar ditengah masyarakat. Jika kondisi tersebut dibiarkan maka tentu akan merugikan masyarakat.

Karena itu IAI mengajak semua komponen masyarakat peduli dan bijak menggunakan obat. Tidak hanya obat PCC atau obat-obatan jenis narkoba, tetapi juga obat-obatan lainnya.

PCC sendiri diakui Nurul Falah mengandung zat yang sudah lama dicabut izin edarnya oleh BPOM yakni zat karisoprodol. Zat ini dalam penggunaan bebas dan melebihi dosis bisa merusak organ tubuh manusia.

Lebih lanjut Nurul Falah juga mengatakan bahwa kasus penyalahgunaan PCC di Kota Kendari tidak ada hubungannya dengan penahanan apoteker. Dua kasus tersebut berdasarkan hasil investigasi IAI merupakan dua masalah yang berbeda.

“Peredaran dan penyalahgunaan tablet PCC tidak didapat dari apotek melainkan dari lingkungan. Dan penahanan apoteker di Kendari atas tuduhan menjual tablet Tramadol tanpa resep dokter. Tramadol merupakan obat keras yang bisa diperoleh harus dengan resep dokter. Jadi ini dua kasus berbeda,” lanjutnya.

Menurut keterangan polisi, kata Nurul, apotek tersebut menjual tablet Tramadol dengan kemasan yang tidak resmi atau ilegal.

“Pada saat itu, begitu polisi menerima tramadol ilegal dalam bungkus plastik langsung melakukan penahanan. Karena memang tramadol yang sudah di repacking inilah yang tidak asli,” kata Nurul.

Ketika diinterogasi polisi, apoteker penanggungjawab apotek tersebut mengakui kesalahannya.

Kendati demikian, PP IAI akan tetap memberikan bantuan hukum melalui Badan Advokasi PP IAI untuk memberikan konsultasi kepada pengacara yang mendampingi apoteker tersebut.

“Dalam kesempatan ini ingin kembali saya tekankan bahwa apotek adalah tempat resmi praktik apoteker yang dilindungi oleh undang-undang, baik itu UU Nomor 6 Tahun 2009 tentang Kesehatan, PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, maupun Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,” kata Nurul.

Nurul juga mengajak seluruh jajaran apoteker di Indonesia untuk melakukan praktek bertanggungjawab sesuai peraturan yang berlaku. PP IAI juga telah menerbitkan edaran ke seluruh pengurus daerah agar mengajak anggotanya berpraktek bertanggung jawab.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!