“Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan.” (Q.S. Al-Dhuha: 4)
Dalam Tafsir al-Wajiz, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa makna ayat di atas adalah: Sesungguhnya kehidupan akhirat yang kekal dan abadi beserta segala isinya berupa surga dan kemuliaan itu lebih utama dari kehidupan dunia yang fana ini.
Banyak di antara kita, bahkan mungkin diri kita sendiri yang lebih fokus untuk memenuhi segala kebutuhan hidup di dunia ini, tetapi seringkali lupa untuk mempersiapkan bekal hidup di akhirat nanti.
Betapa banyak orang yang berlomba-lomba untuk dapat hidup sukses di dunia, tetapi sangat sedikit yang bersusah payah untuk dapat hidup sukses di akhirat. Jika untuk kehidupan dunia, manusia umumnya tak kenal lelah, tetapi untuk kehidupan akhirat begitu berat kaki melangkah untuk ibadah.
Suatu ketika Rasulullah SAW pernah mengingatkan, “Akan datang pada umatku suatu masa dimana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara pula. Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat. Mereka mencintai kehidupan dan melupakan kematian. Mereka mencitai gedung-gedung dan melupakan kubur. Mereka mencintai harta benda dan melupakan hisab (perhitungan amal di akhirat). Mereka mencintai makhluk dan melupakan penciptanya (Khaliq) ”.
Sungguh tepat prediksi Rasulullah SAW tersebut. Di zaman modern sekarang ini sangat mudah kita jumpai manusia-manusia seperti yang digambarkan Rasulullah SaAW Bahkan mungkin, sosok yang digambarkan Rasulullah SAW itu adalah diri kita sendiri.
Ya, disadari atau tidak, sebagian besar dari kita sangat mencintai dunia dan sering melupakan akhirat. Kita lebih mencintai kehidupan dan melupakan kematian. Kita berbangga diri dengan kemewahan rumah yang kita miliki, sementara kita lupa bahwa kelak kita akan mati dan berada di dalam kubur, rumah masa depan kita. Kita tumpuk pundi-pundi kekayaan sebanyak-banyaknya, tetapi kita lupa bahwa kelak di akhirat akan ada yaum al-hisab (hari perhitungan), dimana seluruh harta yang kita miliki akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Kita akan ditanya darimana semua harta yang kita milki berasal, dan untuk apa harta tersebut dibelanjakan? Kita juga lebih mencintai makhluk daripada Khalik. Kita tumpahkan rasa cinta dan kasih sayang kita kepada keluarga kita, anak-istri kita, tetapi kita lupa untuk mencintai Allah, Dzat yang telah menghadirkan kita ke muka bumi ini, dan menghadirkan pasangan serta keturunan bagi kita.
Jika kita sadari betapa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan kehidupan di akhirat nanti adalah yang utama, kekal abadi selamanya, maka kesempatan hidup di dunia ini akan kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk mencari bekal kehidupan di akhirat kelak. Kita jadikan dunia ini adalah ladang untuk menanam amal shalih, sehingga pada saat kita berjumpa dengan Allah nanti, kita akan merasa bahagia karena kita telah berusaha untuk melakukan yang terbaik semasa hidup di dunia. Insya Allah, kehidupan akhirat yang akan kita jalani penuh dengan tawa canda bahagia.
Sebaliknya, jika kita menganggap bahwa kehidupan di dunia ini adalah segala-galanya, sehingga kita tidak peduli dengan kehidupan di akhirat nanti, maka kesempatan hidup di dunia ini akan kita habiskan untuk mencari kesenangan, memenuhi segala keinginan serta memperturutkan hawa nafsu kita. Kita tidak pernah menyiapkan bekal apa pun untuk kehidupan akhirat kelak. Pada gilirannya, ketika kita berjumpa dengan Allah nanti, kita akan menyesali segala perbuatan kita. Dan penyesalan di akhirat tiadalah gunanya. Kehidupan selanjutnya yang akan kita jalani di akhirat akan dipenuhi dengan kesedihan, kepedihan dan penderitaan. Naudzu billah tsumma na’udzubillah min dzalika.
Wallahu a’lam…
* Ruang Inspirasi, Senin, 28 Agustus 2023.