YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Kemampuan civitas akademika untuk membaca ayat-ayat kauniyyah dalam Alquran perlu ditingkatkan. Jika berhasil membaca dan mengungkap rahasia ayat-ayat tersebut melalui riset ilmiah yang memadai akan dapat menjadi sumber kesejahteran bagi manusia Indonesia.
Rektor Universitas Alma Ata (UAA), Prof Dr H Hamam Hadi, MS, Sc.D, SpGK mengatakan hal tersebut kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (31/5/2017). Indonesia kaya sekali akan sumberdaya alam, baik di daratan maupun di lautan.
Dijelaskan Hamam Hadi, wahyu pertama yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Agung Muhammad SAW adalah Surat Al’alaq, ayat 1-5. Wahyu pertama tersebut berupa perintah Alloh SWT kepada umat manusia untuk membaca ayat-ayat Alloh SWT, baik ayat qouliyyah (wahyu Alloh) maupun ayat-ayat Alloh SWT yang melekat (embody) dan ada di alam jagad raya ini termasuk yang ada pada diri manusia atau ayat kauniyyah.
Jika yang dibaca adalah ayat-ayat kauniyyah maka sesungguhnya cara membacanya membutuhkan pemahaman ilmu metodologi riset yang memadai. “Semuanya adalah ayat-ayat kauniyyah. Jika ayat-ayat itu berhasil dibaca dan diungkap rahasianya melalui riset ilmiah yang memadai, digunakan dengan cara dan untuk tujuan yang diridloi Alloh SWT (bismi robbika) maka dapat membawa kemaslahatan dan dapat menjadi sumber kesejahteraan bagi umat manusia Indonesia serta semua mahluk yg hidup di atas bumi Indonesia,” tandas Hamam.
Hamam menilai kemampuan membaca bangsa ini terhadap ayat-ayat kauniyyah melalui riset masih tertinggal dibandingkan bangsa-bangsa lain. Karena itu, tidak mengherankan jika kekayaan alam Indonesia sebagian dipatentkan dan banyak yang lain dimutakhirkan melalui rekayasa teknologi (hasil riset) lalu menjadi sumber kekuatan ekonomi bangsa lain.
Hingga saat ini, jelas Hamam, masih sedikit karya ilmiah bangsa Indonesia dibandingkan bangsa lain. Ini berarti masih sedikit rahasia yang bisa dilihat dan dibaca oleh akademisi dibandingkan potensi yang ada di bumi Indonesia. “Bangsa Indonesia lebih dikenal dominan budaya omongnya (oral) dibandingkan budaya menulisnya (writing).Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa ini,” katanya.