28.8 C
Jakarta

Kemendikbud Prihatin atas Kasus Siswa ‘Makan Kotoran’ di NTT

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyampaikan rasa prihatin atas kasus kekerasan ‘makan kotoran’ yang terjadi di Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere, Nusa Tenggara Timur. Hal tersebut diutarakan Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Ade Erlangga Masdiana, di Jakarta, Rabu (26/02/2020).

“Kami turut prihatin atas kejadian di Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere. Semoga kejadian-kejadian serupa tidak terjadi lagi, baik di sekolah tersebut ataupun di sekolah lainnya,” ucap Erlangga.

Dengan adanya berbagai tidak kekerasan di sekolah belakangan ini, Kemendikbud mengimbau sekolah segera membentuk tim pencegahan tindak kekerasan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015, tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

“Kami mengimbau kepada sekolah untuk menaati Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015, dan segera membentuk tim pencegahan tindak kekerasan, agar tidak terjadi lagi kasus-kasus kekerasan di lingkungan satuan pendidikan,” pesan Erlangga.

Komponen pendekatan penanganan tindak kekerasan di sekolah, kata Erlangga, mengharuskan sekolah, guru, dan pemerintah daerah untuk secara sigap dan tertata melakukan segala langkah penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang telah dan sedang terjadi. Pemberian sanksi yaitu regulasi yang dibuat dengan tegas mencantumkan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.

“Pencegahan mengharuskan sekolah, guru, dan pemerintah daerah untuk menyusun langkah-langkah pencegahan tindak kekerasan, termasuk penyusunan prosedur anti kekerasan dan pembuatan kanal pelaporan, berdasarkan pedoman yang diberikan oleh Kemendikbud,” terang Erlangga.

Kemendikbud mengapresiasi laporan warga mengenai kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Terkait dengan kasus yang terjadi di salah satu satuan pendidikan di Maumere NTT tersebut, Kemendikbud melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT terus lakukan mediasi antara pengelola seminari dan orang tua siswa.

“Kami juga mendorong terselenggaranya pendidikan karakter dengan memanusiakan manusia, dan melarang segala bentuk tindakan ataupun pendekatan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan,” kata Erlangga. *

Kasus makan kotoran manusia tersebut bermula ketika salah seorang siswa kelas VII yang membuang kotorannya sendiri pada sebuah kantong plastik yang selanjutnya disembunyikan di sebuah lemari kosong di kamar tidur unit bina SMP Kelas VII. Sekitar pukul 14.00 (setelah makan siang) seperti biasa dua orang kakak kelas XII yang ditugaskan untuk menjaga kebersihan unit kelas VII menemukan kotoran tersebut. Mereka kemudian mengumpulkan para siswa kelas VII di asrama untuk dimintai informasi tentang kotoran tersebut.

Namun, para siswa kelas VII tidak ada yang mengakuinya. Berkali-kali kakak kelas meminta kejujuran dari adik-adiknya tetapi mereka tetap tidak mengakuinya.

Akhirnya, karena marah, salah seorang kakak kelas tersebut mengambil kotoran dengan senduk makan lalu menyentuhkan kotoran tersebut pada bibir atau lidah. Perlakuannya berbeda pada masing-masing anak.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!