Pekalongan, MENARA62.COM Selain memiliki manfaat yang besar kepada persyarikatan Muhammadiyah dan warga, Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) harus memiliki komitmen tinggi terhadap kepatuhan syariah. Hal ini didasari karena kehadiran dari BTM sejak awal sebagai sarana implementasi bagi persyarikatan dan warga dalam menjalankan praktek ekonomi syariah. “Dengan demikian BTM harus memelopori lembaga keuangan syariah di Indonesia yang murni benar –benar menjalankan praktek keuangan syariah,”demikian pernyataan Akhmad Sakhowi Ketua Pusat BTM Jawa Tengah ketika menerima audiensi para pengelola dan pengurus BTM – Rembang, kemarin Rabu (02/12/2020) di kantor Pusat BTM Jawa Tengah di kecamatan Wiradesa Pekalongan.
Lebih jauh Akhmad Sakhowi menyampaikan, sejauh ini banyak lembaga keuangan syariah berdiri seperti jamur di musim penghujan, akan tetapi pelanggaran – pelanggaran terhadap prinsip praktek keuangan syariah banyak yang dilanggar. Hal ini jika dibiarkan begitu saja akan merusak citra dari keuangan syariah, bahkan masyarakat akhirnya bisa kabur juga dalam membedakan antara keuangan syariah dan keuangan konvensional.
Terkait dengan hal tersebut Ketua Pusat BTM, meminta kepada jaringan BTM bisa menjaga komitmen yang tinggi dalam kepeloporannya sebagai keuangan syariah di Indonesia dan sekaligus amal usaha Muhammadiyah di bidang keuangan.
BTM sebagai lembaga keuangan syariah memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa eksis di masyarakan. Apalagi ditengah masyarakat Indonesia yang menolak praktek ribawi serta budaya bagi hasil yang sudah menjadi tradisi masyarakat. Tinggal bagaimana mensosialisasikannya secara komperehensif kepada masyarakat
Sembari mencontohkan, Sakhowi mengungkapkan, dalam pembiayaan syariah kepada anggota atau nasabah yang dibagi hasilkan itu bukan dari pokok modal yang diberikan, akan tetapi berasal dari hasil keuntungan usaha yang diperoleh dari nasabah atau anggota. Besar kecilnya pembagian bagi hasil itu ditentukan melalui akad perjanjian yang disepakati dari awal pembiayaan. Dengan demikain prinsip transparasi dan keadilan kedua belah pihak bisa diperoleh bersama yang sama – sama menguntungkan. “Konsep skema pembiayaan yang seperti inilah yang dijalankan oleh BTM sebagai lembaga keuangan mikro syariah,”terangnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, sangat berbeda dengan konsep konvensional selama ini dimana pembagian bagi hasil diperoleh dari pokok modal yang diberikan dari awal yang disebut bunga. Sehingga pihak lembaga keuangan tak mau tahu berapa hasil keuntungan bisnis yang diperoleh nasabahnya, dan tiap bulan nasabah harus mengangsur pokok dan bunganya hingga selesai waktu yang ditentukannya.
“Praktek – praktek semacam ini jangan sampai diadopsi dalam lembaga keuangan syariah dan tidak sesuai dengan kapatuhan syariah,”terangnya. (Gus)