JAKARTA, MENARA62.COM – Dwi Irianti Hadiningdyah selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah Komite Ekonomi Keuangan Syariah (KENKS) dalam pengantar diskusi mengatakan bahwa perubahan UU Wakaf saat ini sangat di butuhkan untuk memperkuat tata kelola wakaf.
Saat ini UU Wakaf telah berusia 21 tahun sejak diundangkan menjadi UU No. 41 Tahun 2004 tentang UU Wakaf ungkapnya dalam Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan oleh KNEKS di Kementerian Keuangan RI (30/4/25).
Hadir sebagai pembicara antara lain; pertama, Dr. Amirsyah Tambunan Ketua Pendayagunaan Wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ia mengatakan bahwa terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian agar pengelolaan wakaf produktif; pertama, aspek regulasi di dalam UU Wakaf, nazhir belum memiliki fungsi dan peran yang kuat; kedua, tata kelola yang masih lemah mengakibatkan banyak tanah wakaf yang terlantar; ketiga, skema pembiayaan yang terbatas sehingga lebih bersifat sosial finance dalam bentuk 4 M (makam, madrasah, masjid dan mushalla), belum bersifat produktif secara ekonomi karena peran nazhir belum memiliki kewenangan dalam menginvestasikan aset wakaf.
Dan juga aset wakaf tidak bisa di jadikan sebagai Koleteral adalah aset atau properti yang digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman atau kredit. Jika peminjam gagal melunasi utang, pemberi pinjaman dapat menjual atau melikuidasi koleteral tersebut untuk mendapatkan kembali sebagian atau seluruh nilai pinjaman. Penjelasan Lebih Lanjut:
Fungsi: Koleteral berfungsi sebagai jaminan bagi pemberi pinjaman, mengurangi risiko kerugian jika peminjam gagal membayar.
Contoh: Properti (rumah, tanah), kendaraan, saham, atau aset berharga lainnya bisa menjadi koleteral.
Kredit dengan Agunan (Secured Debt): Kredit yang dijamin dengan koleteral disebut “kredit dengan agunan” atau “secured debt”. Kredit dengan agunan biasanya memiliki bunga lebih rendah karena risiko bagi pemberi pinjaman lebih kecil.
Kredit Tanpa Agunan (Unsecured Debt): Kredit yang tidak dijamin dengan koleteral disebut “kredit tanpa agunan” atau “unsecured debt”. Kredit ini biasanya memiliki bunga lebih tinggi karena risiko bagi pemberi pinjaman lebih besar.
Koleteral di DeFi: Dalam dunia keuangan terdesentralisasi (DeFi), aset kripto juga dapat digunakan sebagai koleteral untuk mendapatkan pinjaman melalui smart contract.
Koleteral dalam Konteks Lain: Istilah “koleteral” juga dapat merujuk pada efek samping atau kerusakan yang tidak diinginkan dari suatu tindakan.
Secara sederhana, koleteral yakni jaminan yang diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman untuk mengamankan pinjaman. Jika peminjam gagal membayar, pemberi pinjaman dapat menjual koleteral tersebut untuk mengganti kerugiannya.
Untuk itu dalam perubahan UU Wakaf yang telah diajukan ke DPR, perlu menjadi prioritas di Komisi VIII DPR RI. Untuk itu perlu di dorong agar UU Wakaf mempunyai kewenangan dalam pengelolaan aset wakaf baik wakaf uang maupun wakaf melalui uang sehingga dapat mengembangkan potensi wakaf untuk kemandirian ekonomi umat dan bangsa.
Pembicara kedua, Prof. Dr. Raditya Sukmana SE., MA. adalah dosen Ilmu Ekonomi Islam di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya yang juga Dewan Pakar MPW PP Muhammadiyah menyampaikan senada pentingnya penguatan Nazhir kelembagaan pada organisasi Kemasyarakatan, Yayasan, bukan pada Nazhir perorangan, karena Nazhir perorangan banyak menimbulkan permasalahan tata kelola wakaf sehingga Wakaf tidak produktif.
Oleh karena itu terkait Nazhir pada pasal 9 sd 14 UU Wakaf perannya perlu diperkuat. Selain usulan agar diarahkan pengelolaan wakaf pada nazhir institusi, beliau juga mendiskusikan perihal istibdal.
Selama ini beliau sering berdiskusi dengan koperasi syariah (BMT) yang mempunyai lisensi wakaf uang. Dimana banyak sekali UMKM yang membutuhkan biaya murah dan itu hanya bisa dilakukan jika BMT mempunyai banyak wakaf uang.
Tetapi faktanya BMT sering kehabisan dana wakaf untuk pembiayaan kepada UMKM. Pada saat bersamaan, kita lihat banyak tanah wakaf menganggur yang bahkan sudah bertahun tahun. Usulan Prof Radit adalah memungkinkan tidak tanah wakaf menganggur tersebut diistibdal menjadi wakaf uang.
Maksudnya adalah tanah wakaf tersebut dijual tetapi uang yang diterima itu langsung menjadi wakaf uang, ini membutuhkan masukan dari ahli fiqih. Sehingga wakaf uang ini bisa digunakan oleh BMT tersebut untuk pembiayaan dan UMKM dapat berjalan dengan baik akrena mendapatkan dana murah.
Usulan lain dari prof raditya adalah Memungkinkan tidak tanah wakaf yang kecil kecil dan menganggur di berbagai daerah tersebut di istibdal di suatu tempat menjadi satu yang luas di tepi pantai yang dekat dengan Pelabuhan, stasiun kereta api, jalan tol dan bandara udara. Tempat yang luas tersebut akan digunakan untuk industri hulu dan hilir dari suatu sektor yang sangat dibutuhkan misalnya sektor peternakan. Jadi di tanah tersebut ada peternakan domba/sapi/ayam dengan pekarangan yang luas untuk pakannya, dan ditempat tersebut ada rumah potong hewan dan ada pabrik yang relevant misalnya pabrik pembuat sosis, kornet dll.
Produksi tersebut kemudian didistribusikan melalui Pelabuhan, stasiun dan lain lain keluar kota. Tentu jawabannya ada Fatwa MUI.
Ketiga, Dr. Hendri Tanjung mengatakan bahwa kajian terkait Revisi UU Wakaf telah mengalami proses panjang sejak 2018 hingga saat ini 2015. Namun belum menjadi pembahasan serius di DPR RI. Pengalamannya selama dua periode di Badan Wakaf Indonesia (BWI) merasakan fungsinya masih tumpang tindih antara regulator dengan operator; karena itu dalam rancangan perubahan RUU Wakaf harus memuat untuk memisahkan regulator dan operator sehingga BWI sebagai operator nazhir Nasional mempunyai fungsi yang kuat dalam mengelola Wakaf misalnya pengelolaan (Cash Waqf Linked Sukuk) adalah instrumen investasi syariah yang menggabungkan konsep wakaf dengan sukuk (obligasi syariah).
Keempat, Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Dr. Rifki Ismail mengatakan bahwa DEKS bagian dari Bank Indonesia (BI) disatu sisi tidak mudah membawa BI kedalam skema pembiayaan karena BI mempunyai aturan yang ketat, dengan memiliki beberapa fungsi utama sebagai bank sentral, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta menjaga stabilitas sistem keuangan.
Namun menurutnya dalam dalam mengatur instrumen keungan syariah diantaranya Wakaf harus menjadi bagian dalam mengatur moneter keungan melalui ekosistem keungan syariah yang bersumber dari wakaf.
Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia, Yono Haryono mengatakan perlunya transformasi wakaf melalui penguatan visi dan misi wakaf kedepan, karena Wakaf punya potensi yang besar jadi perlu pelaksanaan program strategis dalam penguatan lembaga Wakaf yang diusulkan didalam perubahan UU Wakaf.
Acara FGD di pandu oleh Urip Budiarto Deputi Direktur Dana Sosial Syariah, dan analis KNEKS merekomendasikan agar perubahan UU Wakaf mendesak di bahas di DPR karena memiliki momentum untuk peningkatan ekosistem ekonomi keungan syariah dalam menstabilkan moneter di Indonesia pungkasnya. Hadir juga Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf di Kementerian Agama (Kemenag) saat ini adalah Prof. Dr. Waryono Abdul Ghafur.
Waryono fokus pada pengembangan data berbasis wakaf untuk mengukur dampak secara jelas dan mendorong sinergi pengembangan wakaf untuk transformasi sektor wakaf di Indonesia. Beliau juga sepakat kedepan Kementerian Agama bertransformasi menjadi Kementerian Wakaf dan Zakat saat ini masih pada tingkat Zakat dan Wakaf (Ditzawa).

