JAKARTA, MENARA62.COM – Presiden telah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja (Peraturan Pemerintah Pengganti UU Cipta Kerja) No. 2 Tahun 2022 dengan alasan dan pertimbangan, bahwa akan ada dinamika global yang berpotensi menyebabkan terjadinya kenaikan harga energi dan harga pangan, serta gangguan rantai pasok yang akan mempengaruhi perekonomian nasional di tahun 2023.
Keputusan Presiden tersebut kontroversial dan dianggap sebagai upaya shortcut dan by-pass, memotong jalan, menimbulkan teka-teki publik secara luas, pada saat publik di tanah air menginginkan adanya kepastian, penegakan dan pengelolaan hukum pemerintah yang lebih baik.
Sekalipun penetapan Perppu dimungkinkan oleh pasal 22 UUD 1945, namun urgensi dan alasan yang disampaikan oleh Presiden atas terbitnya Perppu tersebut jelas tidak didasari alasan yang kuat. Perlu kita ingat, sebelumnya pemerintah sempat menyampaikan keyakinan bahwa ekonomi akan tumbuh, dan ancaman krisis ekonomi global yang diprediksi akan terjadi pada 2023 tidak akan berpengaruh secara signifikan.
Ini menjadi sangat kontradiktif dan membingungkan, karena di satu sisi pemerintah sesumbar yakin dengan kekuatan ekonomi domestik, tapi di sisi lain telah menjadikan ancaman krisis ekonomi sebagai alasan untuk penerbitan Perppu. Hal ini dapat berarti dua hal sekaligus. Yang pertama, klaim bahwa ekonomi nasional yang sedang tumbuh tersebut adalah false positive, dan yang kedua, bahwa ada kepentingan dan ambisi besar di balik penerbitan Perppu tersebut, karena terang-terangan menabrak Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi mengatakan Presiden seharusnya menjadi panglima di dalam penegakkan konstitusi di negeri ini, bukan menjadi contoh buruk karena menegasikan Putusan MK dengan menerbitkan Perppu Ciptaker.
“Presiden tahu persis bahwa Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, yang artinya bertentangan dengan UUD 1945, tapi mengapa masih memaksakan? Ini cara berkonstitusi yang tidak elok, terlebih jika dilakukan oleh seorang Presiden yang telah bersumpah untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar,” kata Ridho, Rabu (04/01).
Partai Ummat menilai ada kepentingan besar yang terselubung di balik Perppu Nomor 2/2022, yang seakan dengan segala cara ingin menyelamatkan UU Cipta Kerja, yang sejak awal sendiri sudah kontroversial. Selain tidak sensitif terhadap psikologi di tengah masyarakat yang sebagian besar sedang menunggu bagaimana itikad baik pemerintah untuk menindaklanjuti Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, langkah Presiden yang menerbitkan Perppu tersebut menunjukkan sangat lemahnya independensi di dalam pengelolaan kebijakan hukum. Presiden, di penghujung periode jabatannya, semestinya mewariskan model pengelolaan pemerintahan yang merdeka terhadap tangan-tangan oligarki.
Partai Ummat mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus menggelorakan penolakan terhadap Perppu Nomor 2/2022, karena yang dilakukan oleh Presiden tersebut merupakan bentuk abuse of power di dalam penyelenggaraan pemerintahan.