SOLO, MENARA62.COM – Menyikapi kondisi sosial akhir-akhir ini, di mana sejumlah aksi demonstrasi berubah ricuh hingga menimbulkan penjarahan dan perusakan fasilitas umum, Ketua Komisi Fatwa MUI Surakarta, KH. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, angkat bicara. Dalam wawancara khusus, beliau menegaskan bahwa tindakan perusakan maupun penjarahan tidak memiliki landasan syar’i dan hukumnya **haram dalam Islam.
“Segala bentuk perusakan, baik terhadap harta pribadi, fasilitas umum, maupun penjarahan, jelas dilarang agama. Syariat Islam hadir untuk menjaga harta, jiwa, dan ketertiban masyarakat. Itu bagian dari maqāṣid al-sharī‘ah, terutama _ḥifẓ al-māl_ dan _ḥifẓ al-nās_ ujar KH. Mustain dengan tegas.
*Larangan Merusak Fasilitas Umum*
KH. Mustain menjelaskan, Al-Qur’an berulang kali melarang kerusakan di muka bumi. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 205:
> *“Apabila ia berpaling (dari kebenaran), ia berusaha membuat kerusakan di bumi dengan merusak tanam-tanaman dan keturunan; dan Allah tidak menyukai kerusakan.”*
Demikian pula dalam QS. Al-A‘raf ayat 56:
> *“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.”*
“Rasulullah ﷺ juga bersabda: *lā ḍarar wa lā ḍirār* – tidak boleh berbuat mudarat dan tidak boleh membalas dengan mudarat. Kaidah fiqh pun menegaskan *al-ḍarar yuzāl* – setiap kerusakan wajib dihilangkan,” terang beliau.
Para mufassir pun menegaskan hal ini. Imam al-Ṭabarī menafsirkan dalam *Kitab Jāmi‘ al-Bayān* bahwa _fasād_ mencakup semua bentuk perusakan di bumi, termasuk merusak harta benda. Ibn Kathīr menjelaskan dalam *Kitab Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm* bahwa larangan ini meliputi maksiat, perampokan, hingga perusakan fasilitas. Sementara al-Qurṭubī dalam *Kitab al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān* menegaskan, membatalkan hak orang lain atau menyia-nyiakan harta termasuk perbuatan terlarang.
“Para ulama besar seperti Imam al-Ghazali dalam *Kitab Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn*, Imam al-Syathibi dalam *Kitab al-Muwāfaqāt*, dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam *Kitab al-Zawājir ‘an Iqtirāf al-Kabā’ir* juga sepakat, merusak harta orang lain adalah dosa besar, karena itu pelanggaran terhadap hak-hak manusia (*ḥuqūq al-‘ibād*),” tambah KH. Mustain yang juga Dosen Ilmu Hukum UIN Raden Mas Said Surakarta ini.
*Penjarahan adalah Kezaliman Besar*
Lebih jauh, KH. Mustain mengingatkan bahwa penjarahan yakni mengambil harta orang lain secara paksa—termasuk perbuatan yang haram. “Al-Qur’an menegaskan: *wa lā ta’kulū amwālakum bainakum bil-bāṭil* – janganlah kalian saling memakan harta sesama dengan cara batil (QS. An-Nisa: 29). Tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan penjarahan,” ungkapnya.
Rasulullah ﷺ juga menegaskan: *lā yaḥillu mālu imri’in muslimin illā biṭībi nafsin minhū* – tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaannya (HR. Ahmad, Abu Dawud).
“Dalam fiqh, berlaku kaidah *al-akl bil-bāṭil ḥarām* – memakan harta dengan cara batil itu haram. Bahkan, sesuatu yang haram tidak bisa menjadi halal dengan alasan apa pun (*al-ḥarām lā yataḥawwal bil-niyyah*),” jelasnya.
Menurut tafsir para ulama, Imam al-Ṭabarī dalam *Kitab Jāmi‘ al-Bayān* menyatakan bahwa semua bentuk pengambilan harta dengan paksa atau tipu daya termasuk penjarahan. Ibn Kathīr dalam *Kitab Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm* menegaskan menyuap hakim atau merampas hak orang lain adalah dosa besar. Al-Qurṭubī dalam **Kitab al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān** juga mengingatkan bahwa segala bentuk pengambilan tanpa izin, baik dengan kekerasan atau tekanan, termasuk jarīmah besar.
“Imam al-Ghazali dalam *Kitab Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn*, al-Syathibi dalam *Kitab al-Muwāfaqāt, hingga Ibnu Hajar al-Haitami dalam **Kitab al-Zawājir ‘an Iqtirāf al-Kabā’ir** semua menegaskan bahwa penjarahan adalah dosa besar karena melanggar hak-hak manusia. Maka siapa pun yang melakukannya di tengah aksi demo, ia telah menanggung dosa besar,” tegas KH. Mustain.
*Kewajiban Menjaga Harta dan Keamanan Kampung*
KH. Mustain menekankan bahwa dalam situasi apa pun, umat Islam justru wajib menjaga keamanan lingkungan dan harta bersama. Al-Qur’an berfirman (QS. An-Nisa: 58):
> *“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…”*
“Menjaga keamanan dan harta adalah amanah. Jika ada yang merusak atau membiarkan penjarahan, maka itu bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah,” jelasnya.
Hadits Nabi juga menegaskan: *“Barangsiapa yang dipercaya oleh masyarakat untuk menjaga harta mereka, maka ia menjadi saksi atas amanah mereka”* (HR. Ahmad, al-Baihaqi). Selain itu, Nabi juga mengingatkan: *“Al-muslimūna kal-jasad al-wāḥid…”* – umat Islam itu seperti satu tubuh; jika satu anggota sakit, seluruh tubuh ikut merasakan.
“Ini artinya, jika ada perusakan dan penjarahan, seluruh masyarakat ikut terdampak. Maka kewajiban menjaga keamanan bukan hanya milik aparat, tetapi tanggung jawab kolektif masyarakat. Dalam kaidah fiqh disebut *al-mas’ūliyyah al-jamā‘iyyah* – tanggung jawab bersama dalam menjaga keamanan umum,” papar KH. Mustain.
Para mufassir pun mendukung hal ini. Al-Ṭabarī dalam **Kitab Jāmi‘ al-Bayān** menegaskan bahwa amanah mencakup semua harta dan keselamatan warga. Ibn Kathīr dalam **Kitab Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm** menambahkan bahwa menjaga keamanan kampung hukumnya wajib. Al-Qurṭubī dalam **Kitab al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān** menekankan, pemimpin atau pengurus masyarakat yang lalai dalam menjaga keamanan berarti telah mengkhianati perintah Allah.
Para fuqahā juga sependapat. Imam al-Ghazali dalam **Kitab Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn** menyatakan bahwa menjaga harta dan keamanan masyarakat adalah amal wajib (*farḍ kifāyah*). Imam al-Syathibi dalam **Kitab al-Muwāfaqāt** menegaskan bahwa *ḥifẓ al-nās* (melindungi jiwa, harta, dan kehormatan masyarakat) termasuk maqāṣid syariah. Sementara Ibnu Hajar al-Haitami dalam **Kitab al-Zawājir ‘an Iqtirāf al-Kabā’ir** menyebut bahwa orang yang lalai menjaga keamanan masyarakat termasuk pelaku dosa besar.
Di akhir wawancara, KH. Mustain menegaskan pentingnya menahan diri dan tidak terprovokasi. “Aspirasi sosial boleh disampaikan, tapi harus dengan damai. Jangan sampai tujuan mulia rusak karena ulah segelintir orang yang melakukan perusakan dan penjarahan. Itu bukan hanya melanggar hukum negara, tetapi juga melawan hukum Allah,” tegasnya.
Beliau menutup dengan ajakan: “Mari kita bersama menjaga keamanan, menghormati hak orang lain, dan menegakkan aspirasi dengan cara yang beradab. *Waṣ-ṣulḥu khair* – perdamaian itu lebih baik. Semoga Allah selalu membimbing kita dalam menegakkan amanah dan menjaga harta serta jiwa masyarakat.” (*)
