SOLO, MENARA62.COM — Kiai Cepu Bacakan Puisi di Depan Peserta Konferensi Mufasir Muhammadiyah. Dalam acara pembukaan Konferensi Mufasir Muhammadiyah, Kusen, S.Ag., MA., Ph.D., atau yang dikenal dengan Kiai Cepu membacakan puisi kepada peserta konferensi pada Jumat (10/11/2023) yang dilaksanakan di Ruang Meeting Lt.2 Gedung Edutorium KH. Ahmad Dahlan UMS.
Sebagai Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya (LSB) PP Muhammadiyah, Kiai Cepu, saat diwawancarai mengungkapkan bahwa dirinya ingin mengenalkan dan mempopulerkan seni kepada peserta Konferensi Mufasir, karena di Muhammadiyah dakwah melalui seni ini kurang populer.
Dia memaparkan bahwa saat ini kondisinya adalah orang tafsir tidak mengerti seni, dan orang seni tidak mengerti tafsir. Padahal semestinya, orang seni mengerti tafsir, orang tafsir juga mengerti seni. Jika itu terjadi, maka akan menjadi sesuatu yang ‘keren’.
“Sehingga hadirnya saya di tengah-tengah peserta konferensi ini sebagai simbol pesan, karena sejatinya seni dan tafsir atau seni dan agama itu adalah satu kesatuan yang utuh. Dakwah melalui seni, saya sebagai wakil LSB PPM sudah menjadi tugas saya untuk memahamkan dan mencontohkan bahwa seni itu keren, karena itu layak untuk dipanggungkan, dan untuk disimak,” paparnya.
Puisi
Dia menyampaikan bahwa puisi-puisi yang dibacakannya tadi, seperti puisi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), narkoba, adalah berdasarkan realitas kehidupan nyata. “Apabila saya memposisikan diri sebagai sastrawan maka akan saya respon, saya sebagai teater saya buat naskah. Di sini saya mengambil seni sebagai bentuk jihad, tetapi sayangnya saya tidak pandai membuat puisi cinta. Puisi yang bertemakan cinta ini saya tuliskan dan saya buat satu-satunya saat masih di bangku kelas 3 SMP,” ujarnya sembari bergurau.
Puisi menjadi respon Kiai Cepu terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Seperti puisi tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia, juga ketika BBM dinaikkan, maka tahun 2005 Kiai Cepu merespon dengan membuat puisi. “Tujuan dari kemerdekaan adalah kesejahteraan. Namun sudah sejak 100 tahun yang lalu Indonesia merdeka, tetapi rakyatnya belum sejahtera. Maka saya menolak kemerdekaan, karena bagi mereka yang penting adalah perut. Itu adalah satir,” tambahnya.
Selain itu, Wakil Ketua LSB PPM itu juga membawakan puisi mengenai muridnya yang meninggal dunia akibat narkoba. “Sebagai bentuk kemarahan saya terhadap kejadian itu, saya membuat puisi,” ujarnya.
Kiai cepu mengungkapkan, bahwa dirinya dididik oleh Muhammadiyah untuk melakukan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar. “Sehingga melalui seni, seperti puisi, teater dan bentuk lainnya adalah responku untuk memberikan pesan kepada masyarakat. Selain itu, seni juga saya manfaatkan untuk merespon atau melawan kezaliman dan ketidakadilan yang terjadi,” pungkasnya. (*)