31.7 C
Jakarta

Klaim Pengobatan Korban Bencana Semestinya Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

Baca Juga:

BOGOR, MENARA62.COM –  Klaim biaya pengobatan korban bencana alam ternyata tidak bisa diajukan ke BPJS Kesehatan. Sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pembiayaan pengobatan korban bencana alam menjadi tanggungjawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Tetapi dihampir semua kasus, pembiayaan pengobatan korban bencana alam terutama pada masa tanggap darurat yang dilakukan oleh rumah sakit, tetap dibebankan kepada BPJS Kesehatan. Klaim ini tentu menambah berat beban biaya program JKN.

“Semestinya biaya pengobatan korban bencana alam dibayarkan oleh BNPB selaku regulator yang menangani bencana di Indonesia, dan bukan BPJS Kesehatan,” kata dr Zaenal Abidin, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) di sela media gathering DJSN.

Indonesia negara dengan banyak bencana lanjut Zaenal membutuhkan alokasi dana tidak sedikit dalam kasus-kasus bencana alam. Jika persoalan klaim pengobatan bencana alam tidak segera diselesaikan, maka yang terjadi rumah sakit akan menanggung rugi. Sebab jika BPJS Kesehatan menolak klaim sementara disisi lain BNPB tidak mengganti biaya yang dikeluarkan rumah sakit, tentu akan mengganggu dana operasional rumah sakit.

Zaenal menjelaskan dalam UU no 24 tahun 2007 tersebut dijelaskan bahwa semua pengobatan korban bencana alam menjadi tanggungjawab BNPB. Kebijakan tersebut dikuatkan dengan terbitnya aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana. PP tersebut memberikan legalitas kepada BNPB untuk membayar klaim rumah sakit atas pembiayaan korban bencana alam.

Menurut Zaenal, adanya UU No 24 tahun 2007 dan  Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008, membuat program JKN saat diluncurkan tidak termasuk menghitung pembiayaan pengobatan korban bencana. Penghitungan iuran JKN yang ditetapkan pemerintah tidak memperhitungkan pembiayaan penanganan pengobatan korban bencana alam.

DJSN lanjut Zaenal menemukan kasus penanganan korban bencana Gunung Sinabung tahun 2015. Ternyata sampai sekarang, masih ada rumah sakit yang menangani korban bencana Gunung Sinabung belum dibayar oleh BNPB. Sedang BPJS Kesehatan tidak bisa membayar klaim rumah sakit tersebut dengan alasan ada aturan perundangan yang melarangnya.

“Ada kebingungan yang massif di lapangan. Harusnya kalau sudah ditetapkan sebagai tanggap darurat, BNPB menanggung semua pembiayaan pengobatan korban. Nyatanya rumah sakit yang menangani tidak mendapatkan penggantian. Sedang rumah sakit juga tidak bisa mengklaim ke BPJS Kesehatan dengan alasan pengobatan dikeluarkan untuk bencana,” lanjut Zaenal.

DJSN lanjut Zaenal menemukan kasus tersebut dihampir semua wilayah bencana alam. Termasuk bencana gempa bumi di Lombok NTB.

Senada juga dikatakan Ahmad Asyori, anggota DJSN. Harusnya pemerintah komitmen dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sehingga ketika rumah sakit menangani korban bencana alam, tidak perlu menanggung kerugian.

“Selama UU dan PP-nya belum dicabut, maka korban bencana alam tidak perlu ditanggung oleh JKN,” katanya.

DJSN sendiri sudah meminta penjelasan baik kepada BNPB maupun BPJS Kesehatan. Namun hingga kini belum ada solusinya.

“BPJS Kesehatan harus menjembatani agar rumah sakit yang menangani korban bencana mendapat akses ke BNPB. Tidak dibiarkan seperti sekarang ini. Demikian juga BNPB, ini harus dipahami apa tugasnya ketika kasus bencana alam ditetapkan masa tanggap darurat,” tandas Ansyori.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!