YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Kolaborasi Pusat Studi Forensika Digital Universitas Islam Indonesia (PUSFID UII) dengan para jaksa sangat urgen dalam menangani bukti elektronik. Sebab perkembangan teknologi yang cepat tidak sebanding dengan ketersediaan perangkat dan sumber daya teknis di institusi Kejaksaan.
Hal tersebut terungkap dalam Mini Workshop yang diselenggarakan PUSFID UII di Laboratorium Informatika Fakultas Teknologi Industri UII, Kamis (13/11/2025). Mini Workshop ini bertema ‘Peningkatan Kapabilitas Penegak Hukum dalam Identifikasi, Akuisisi, dan Presentasi Bukti Elektronik.’ Workshop diikuti sebanyak 28 peserta dari berbagai Kejaksaan Negeri serta perwakilan Kejaksaan Tinggi DIY.
Mini Workshop ini merupakan program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dosen UII yang dipimpin Dr Yudi Prayudi, Kepala PUSFID UII. Yudi Prayudi dibantu staf PUSFID UII, Dr Ahmad Luthfi, Erika Ramadhani, MEng, Fayruz Rahma, M Eng, dan Moh Idris, MT.
Yudi Prayudi mengatakan penegakan hukum yang adaptif terhadap perkembangan teknologi memerlukan harmoni antara pemahaman hukum, prosedur ilmiah, dan kemampuan teknis. “Kolaborasi seperti ini diharapkan dapat berlanjut untuk memperkuat integritas penanganan bukti elektronik dan memastikan proses peradilan berjalan secara profesional, akuntabel, dan berbasis bukti ilmiah,” kata Yudi Prayudi.
Lebih lanjut Yudi menjelaskan bukti elektronik bukan sekadar lampiran digital. Tetapi merupakan barang bukti ilmiah yang harus ditangani dengan metode yang dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. “Setiap proses mulai dari identifikasi, akuisisi, verifikasi integritas, hingga penyajian di persidangan harus mengikuti standar forensik dan prinsip rantai barang bukti (chain of custody),” tandas Yudi.
Materi Mini Workshop meliputi teknik identifikasi perangkat, metode akuisisi data forensik, pencatatan waktu digital, hingga mekanisme validasi integritas data menggunakan hashing. “Tim mahasiswa Magister Forensika Digital UII turut memberikan dukungan teknis sehingga peserta dapat memahami langkah-langkah pemeriksaan melalui praktik langsung di laboratorium,” kata Yudi Prayudi.
Mini Workshop ini juga membahas kasus nyata yang diangkat langsung dari pengalaman lapangan PUSFID dan peristiwa aktual yang pernah ditangani Kejaksaan. Peserta dan narasumber membedah contoh kasus seperti penyalahgunaan akun media sosial, manipulasi data digital, serta proses penelusuran identitas pelaku melalui perangkat elektronik.
“Diskusi ini membuka ruang dialog yang produktif antara akademisi dan aparat penegak hukum. Sehingga bisa memberikan gambaran bagaimana teori forensika digital diterapkan pada penanganan perkara nyata di lapangan,” kata Yudi Prayudi.
Dalam diskusi, juga terungkap berbagai tantangan yang dihadapi Kejaksaan dalam menangani bukti elektronik. Di antaranya, kesulitan memperoleh perangkat digital dalam kondisi yang benar, keterbatasan pemahaman teknis saat menilai validitas bukti, hingga persoalan teknis dalam menghadapi bukti yang terenkripsi atau telah dimanipulasi.
Tantangan lain, tambah Yudi, proses menjaga integritas bukti dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga putusan inkrah, di mana setiap perubahan atau kesalahan prosedural dapat melemahkan pembuktian dan berpotensi menggugurkan bukti di persidangan. “Para jaksa juga menyampaikan perkembangan teknologi yang cepat sering kali tidak sebanding dengan ketersediaan perangkat atau sumber daya teknis di institusi mereka. Sehingga kolaborasi dengan laboratorium forensik digital menjadi sangat penting,” kata Yudi.
Workshop memberikan pengalaman praktik langsung bagi peserta, termasuk melakukan akuisisi perangkat, verifikasi hash, hingga simulasi penyusunan laporan forensik yang dapat digunakan dalam pembuktian di persidangan. Peserta mendapatkan pemahaman yang lebih utuh mengenai alur kerja laboratorium forensik digital serta bagaimana memastikan bukti elektronik tetap sah dan valid hingga tahap pembacaan putusan.
“PUSFID UII berharap Mini Workshop ini dapat meningkatkan kompetensi teknis dan pemahaman substantif para jaksa dalam menghadapi perkara yang melibatkan bukti elektronik,” harap Yudi Prayudi. (*)

